Rabu, 20 Desember 2017

POSISI KITAB KUNING DIKALANGAN SANTRI


Gambar: Ekslusif

Dimanakah Anda mengenal pertama kali kitab kuning? Mungkin sebagian besar akan menjawab ketika berada di pesantren.

Ya, kitab kuning dan pesantren memang dua hal yang tidak bisa dipisahkan, selain dari beberapa unsur lainnya, seperti asrama/pondok, Kiyai, santri dan masjid sebagai pusat kegiatan ibadah maupun kegiatan keagamaan lainnya.

Kitab kuning atau kitab klasik (al-kutub al-shafra' atau al-kutub al-qadimah) dikalangan pesantren dikenal dengan "kitab gundul" karena tidak menggunakan baris atau harokat.

Sebagai seorang santri menenteng kitab kuning ketika berangkat ke kelas atau ke pengajian merupakan kebanggaan tersendiri. Wajar saja, karena kitab kuning merupakan elan vital yang menjadi ciri khas dalam tradisi akademik pesantren.

Kitab kuning sangat dihormati, ia dijadikan sebagai acuan berfikir dan bertingkah laku dikalangan pesantren dan dianggap paling absah. Kitab kuning juga dianggap sakral, ia diletakkan ditempat yang tinggi, dibawa dengan diletakkan di atas dada, dicium setelah dibaca, hal ini karena kitab kuning ditulis oleh ulama dengan kualifikasi ganda, keilmuan yang tinggi dan hati yang disinari cahaya Ilahi.

Mengkoleksi kitab kuning, menyusunnya berjejer dengan rapi dan memajangnya di rak pribadi apalagi cetakan Beirut, bagi santri atau "mantan santri" adalah pemandangan yg sering kita lihat. Selain mengharap berkah, barangkali ini adalah semacam pengukuhan identitas diri di masyarakat antara kaum santri dan abangan (bukan santri), terutama pada masyarakat yang religius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar