Photo: Eksklusif
Mungkin sebagian kita berpandangan bahwa belajar hanya ketika
berada di bangku sekolah, ketika sudah tidak bersekolah lagi atau ketika libur
sekolah, maka aktifitas belajar juga berhenti. Sebagai contoh, ketika akan libur sekolah atau libur kuliah, semua kita merasa senang dan bergembira, karena aktifitas belajar untuk sementara berhenti.
Ya, hal semacam itu mungkin sah-sah saja, karena ketika
bersekolah atau berkuliah kita mendapat beban yang berat disebabkan oleh
tugas-tugas sekolah dan kuliah yang banyak, dan kita untuk sementara meninggalkan
aktifitas itu, rehat sejenak untuk merefres otak kita. Namun apakah kita juga
harus menghentikan aktifitas kita untuk belajar? Benarkan bahwa belajar itu hanya
ketika berada sekolah saja atau di perkuliahan saja?
Belajar itu sebenarnya tidak hanya di lembaga formal saja,
artinya belajar itu tidak hanya di bangku sekolah atau di kuliah saja, namun
belajar itu bisa dilakuan di lembaga-lembaga pendidikan non formal yang
diadakan oleh masyarakat ataupun lembaga-lembaga masyarakat. Belajar tidak
terbatas hanya di suatu institusi tapi bisa saja berada di dalam perkumpulan
orang-orang, kelompok diskusi atau malah belajar sendiri dari sumber informasi,
berupa terbitan buku, majalah atau media massa baik itu berupa media cetak
ataupun elektronik atau yang lagi ngetren saat ini, internet.
Belajar juga bisa kita lakukan dengan mendatangi
pengajian-pengajian atau majlis-majlis taklim, karena di pengajian atau di
majlis taklim kita dapat menambah pengetahuan dan keyakinan agama. Selain itu kita
dapat bersilaturrahmi dengan sesama untuk meningkatkan ikatan persaudaraan
(ukhuwah islamiyah).
BELAJAR SEPANJANG HAYAT
Marilah kita lihat misalnya Suyono dan Hariyanto dalam
bukunya Belajar dan Pembelajaran menyebutkan bahwa teori sains terakhir
mengungkapkan bahwa calon manusia telah mulai belajar saat jutaan sperma
berjuang mencapai ovum dalam uterus. Jutaan sperma itu seolah saling berebut,
berlomba mencapai ovum, banyak diantaranya yang gugur di tengah jalan. Uniknya,
satu atau dua sperma (pada kasus kembar tidak identik) mencapai ovum dan
terjadi konsepsi, sisa ribuan sperma yang lain mati dan menjadi nutrisi bagi
ovum yang telah dibuahi. Demikianlah calon manusia ini telah belajar berjuang,
beradaptasi, bersaing, tetapi juga bekerja sama dan berkurban untuk kepentingan
sesama.
Selanjutnya dalam ajaran Islam sendiri telah digambarkan
dengan jelas, bahwa belajar itu adalah sepanjang hayat; artinya bahwa manusia
ini belajar sejak ia berada di dalam kandungan, buaian, tumbuh dan bekembang
dari anak-anak menjadi remaja, menjadi dewasa, hingga sampai ke liang lahat.
Belajar memang seharusnya dari buaian hingga ke liang lahat; minal
mahdi ilaal lahdi, from cradle to the grave. Kata bijak dari Cina misalnya,
juga mengatakan; “jika kamu ingin berinvestasi sepanjang hayat, tanamlah
manusia.” Hal ini mungkin bisa dikaitkan lagi dengan hadits nabi Muhammad Saw
yang berbunyi: Jika seorang anak Adam meninggal, maka seluruh amalannya
terputus kecuali dari tiga hal; Sedekah Jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak
yang sholeh yang senantiasa mendo’akannya (HR.Muslim).
Belajar sepanjang hayat adalah belajar terus menerus dan
berkesinambungan dari buaian sampai akhir hayat. Dengan terus menerus belajar
manusia akan mendapatkan ilmu pengetahuan, dengan ilmu pula manusia bisa lebih
bijaksana dalam menjalani hidup dan dengan ilmu pula manusia ditinggikan
derajatnya; “Allah meninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan
beberapa derajat” (Q.S. Al-Mujadalah; 11).
Jadi, sejatinya belajar adalah sepanjang hayat, belajar untuk
terus-menerus memperbaiki prilaku kita, dan terus menerus meningkatkan kualitas
hidup agar menjadi lebih baik. Kebaikan yang kita dapatkan melalui belajar itu
tentunya tidak hanya yang berhubungan dengan Tuhan saja, tetapi juga bagaimana
kebaikan yang kita dapatkan itu bisa menyebar di lingkungan dimana kita berada.
Selamat berlibur, dan teruslah belajar, semoga kita dapat
menebarkan kebaikan dimanapun kita berada.
Leasure without study is death (waktu luang yang tidak digunakan
untuk belajar sama dengan kematian) –Lucius Annaeus Seneca (4 SM-65 M)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar