BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Periode
Pranatal merupakan periode pertama dalam rentang kehidupan manusia dan
merupakan periode paling singkat dari seluruh periode perkembangan manusia.
Namun dalam banyak hal merupakan periode yang sangat penting dalam keseluruhan
tahap perkembangan, karena memberi dasar bagi perkembangan selanjutnya.
William
Sallenbach (1998) menyebutkan bahwa periode pranatal atau pralahir merupakan
masa kritis bagi perkembangan fisik, emosi dan mental bayi. Ini adalah suatu
masa di mana kedekatan hubungan antara bayi dan orangtua mulai terbentuk dengan
konsekuensi yang akan berdampak panjang terutama berkaitan dengan kemampuan dan
kecerdasan bayi dalam kandungan.[1]
Islam memperkuat pandangan perlunya pendidikan pranatal. Tidak
hanya itu, pendidikan pranatal menurut Islam harus dimulai dari sejak sebelum
terciptanya janin. Yakni, bahwa (a) penciptaan janin harus berasal dari
pasangan yang sah. Bukan hubungan perzinahan. (b) dalam melakukan hubungan
biologis, hendaknya dimulai dengan doa, setidaknya dengan membaca basmallah;
(c) setelah terjadinya proses nuthfah (sperma), berlanjut menjadi ‘alaqah dan
kemudian mudghah (segumpal daging) maka dimulailah kehidupan seorang anak dalam
rahim. Dari tahap ini, ada beberapa hal yang harus dilakukan sang ibu, sebagai
guru pertama seorang anak, untuk mendidik anak yang masih dalam kandungan.
B.
Perumusan Masalah
Supaya
terarahnya dalam penulisan makalah ini maka penulis merumuskan beberapa
permaslahan sebagai berikut:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan pendidikan prenatal?
2.
Apakah
dasar-dasar pendidikan anak pranatal?
3.
Apakah
prinsip-prinsip pendidikan prantal?
4.
Bagaimanakah
langkah-langkah pendidikan pranatal?
5.
Bagaimanakah
pendidikan pranatal dalam Islam?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan makalah ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan pendidikan prenatal.
2.
Untuk
mengetahui dasar-dasar pendidikan anak pranatal.
3.
Untuk
mengetahui prinsip-prinsip pendidikan prantal.
4.
Untuk
mengetahui langkah-langkah pendidikan pranatal.
5.
Untuk
mengetahui pendidikan pranatal dalam Islam.
BAB II
PENDIDIKAN
PRANATAL (Sebelum Lahir)
A.
Pengertian Pendidikan Pranatal
Istilah
pranatal berasal dari kata “pra” yang berarti “sebelum”, sedangkan “natal”
berarti “lahir atau kelahiran”. Dengan
demikian istilah prenatal dapat diartikan sebagai “sebelum kelahiran atau
sebelum lahir”. Ada juga yang mengatakan bahwa masa prenatal adalah masa
sebelum lahir atau pra lahir. [2] Masa pra lahir (pasca konsepsi)
disebut juga masa kehamilan yang berlangsung kurang lebih 9 bulan 10 hari, ada
juga yang kurang atau lebih dari itu.
Kata pendidikan adalah kata
jadian dari kata didik, yang mendapat imbuhan pen- dan-an.
Kata didik mengandung banyak arti, antara lain, pelihara, bina, latih, asuh dan
ajar. Dengan adanya proses tambahan awalan dan akhiran tersebut akan memberikan
pemahaman dan pengertian yang lebih luas, kompleks, sistematis dan filosofis.
Kata pendidikan secara etimologis,
dalam kamus Bahasa Indonesia, adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan.
Secara termenologis, pengertian
pendidikan sangatlah luas dan universal yang diantaranya adalah Soegarda
Poerbakawatja mendifinisikan pendidikan sebagai perbuatan atau usaha dari
generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya,
serta keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkan agar dapat
memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani.
Kemudian pengertian anak dalam
kandungan adalah bahwa anak sebagai keturunan kedua setelah ayah dan ibunya.
Sedangkan anak dalam kandungan adalah anak yang masih berada didalam perut
ibunya atau anak yang belum lahir (pranatal).
Jika dihubungkan pengertian
pendidikan seperti yang diuraikan diatas, maka pendidikan anak dalam kandungan
adalah usaha sadar orang tua (suami istri) untuk mendidik anaknya yang masih
dalam kandungan istrinya.
Dengan
demikian pendidikan pranatal adalah pendidikan anak sebelum dilahirkan atau
pendidikan yang dimulai sejak anak masih dalam kandungan.
B.
Dasar-dasar pendidikan anak Pranatal
Beberapa
penelitian yang dilakukan oleh pada ilmuan dalam bidang perkembangan pralahir
menunjukkan bahwa selama berada dalam rahim, anak dapat belajar, merasa dan
mengetahui perbedaan antara gelap dan terang. Pada saat kandungan itu telah
berusia lima bulan, setara dengan 20 minggu, kemampuan anak dalam kandungan
untuk merasakan stimulus telah berkembang dengan cukup baik sehingga proses
pendidikan dan belajar dapat dimulai atau dilakukan.[3]
Kemudian,
pada ilmuan bidang pendidikan anak dalam kandungan juga telah banyak melakukan
riset baru dan riset ulang secara kuntinu dengan membuat langkah-langkah dan
metode baru mengenai praktik pendidikan pralahir, diantaranya adalah
peningkatan kecerdasan otak bayi, keyakinan lestari pada diri anak saat tumbuh
dan berkembang dewasa nanti, keseimbangan komunikasi lebih baik antara anak
dengan orang tuanya, anggota keluarganya dan atau dengan lingkungannya
dibanding dengan teman-temannya yang tidak mengikuti program pendidikan
pralahir.
Berikut
ini beberapa laporan yang sangat menggembirakan bagi dunia pendidikan anak,
yaitu dari F. Rene Van de Carr M.D dan Marc Lehrer, Ph.D bahwa
The American Association of The Advancement of Science pada tahun
1996 telah merangkum hasil penelitian sejumlah ilmuan dalam bidang stimulasi
pralahir dan bayi, antara lain sebagai berikut:[4]
1.
Dr.
Craig dari University of Alabama menunjukkan bahwa program-program stimulasi
dini meningkatkan nilai tes kecerdasan dalam pelajaran utama pada semua anak
yang diteliti dari masa bayi hingga usia 15 tahun. Anak-anak tersebut mencapai
kecerdasan 15 hingga 30 persen lebih tinggi.
2.
The
Prenatal Enrichment Unit Chiew General Hospitas di Bangkok Thailan di pimpin Dr. C. Panthura-amphorn, telah
melakukan penelitian terhadap bayi pra lahir, meyimpulkan bahwa bayi yang
diberi stimulus pralahir cepat mahir bicara, menirukan suara, menyebutkan kata
pertama, tersenyum secara sepontan, mampu menoleh ke arah suara orang tuanya,
lebih tanggap terhadap musik dan juga mengembangkan pola sosial lebih baik saat
ia dewasa.
F Rene
Van de Carr, M.D., dkk., telah lama melakukan penelitian ini, kurang lebih
sejak 22 tahun yang lalu. Menurut pandangannya penelitian tersebut merujukkan
beberapa hal berikut ini pada bayi-bayi yang mendapatkan stimulus pralahir.
1.
Tampak
ada suatu masa kritis dalam perkembangan bayi yang dimulai pada sekitar usia
lima bulan sebelum dilahirkan dan berlanjut hingga dua tahun ketika stimulasi
otak dan latihan-latihan intelektual dapat meningkatkan kemampuan bayi.
2.
Stimulasi
pralahir dapat membantu mengembangkan orientasi dan keefektifan bayi dalam mengatasi
dunia luar setelah ia dilahirkan.
3.
Bayi-bayi
yang mendapatkan stimulasi pralahir dapat lebih mampu mengontrol
gerakan-gerakan mereka. Selain itu, mereka juga lebih siap menjelajahi dan
mempelajari lingkungan setelah dilahirkan.
4.
Para
orang tua yang telah berpartisipasi dalam program pendidikan pralahir
menggambarkan bahwa anak mereka lebih tenang, waspada, dan bahagia.[5]
Sebenarnya,
keistemewaan-keestemewaan pendidikan anak dalam kandungan merupakan hasil dari
sebuah proses yang sistematis dengan merangkaikan langkah, metode dan materi
yang dipakai oleh orang tuanya dalam melakukan pendidikan (stimulasi edukatif) dan orientasi serta
tujuan ke mana keduanya mengarah dan mendidik.
Dalam Al-Qur’an ada banyak ayat yang
menyerukan keharusan sang orang tua untuk selalu menjaga dan mendidik seluruh
anak-anaknya, termasuk anak yang masih dalam kandungannya (sang istri). Seperti
yang ditegaskan dalam surah at-Tahrim ayat 6 berikut:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur
.... ÇÏÈ
“Hai
orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, di
mana (neraka) itu bahan bakunya berasal dari manusia dan batu-batuan.” (Q.S. at-Tahrim : 6)
Menjaga dan mendidik anak yang masih
dalam kandungan dengan persepsi ayat tersebut memberikan pemahaman yang sangat
luas dan fleksibel, yaitu memberi perhatian maksimal dengan melakukan stimulasi
edukatif yang berorientasikan kepada peningkatan potensi daya intelektual,
sensasi perasaan/psikis, menguatkan daya fisik/jasmani, memberi makanan dan
minuman yang thayyibah, halal dan bergizi tinggi, dan aktivitas-aktivitas
lainnya yang bermanfaat bagi anak dalam kandungan. Serta menghindarkan bayi
yang dalam kandungan dari mara bahaya yang berdampak pada fisik maupun
psikisnya. Dalam kaitan ini, Rasulullah saw. telah besabda,“Anak
yang sengsara adalah anak yang telah mendapatkan kesengsaraan semenjak ia masih
dalam handungan ibunya.” (HR Imam Muslim dari Ibnu Mas’ud)
Kata ‘asy-syaqiyyu adalah
mengandung makna umum, yang artinya, penyiksaan yang dilakukan sengaja untuk si
bayi dalam rahim, tidak mendapatkan kehidupan yang layak, atau pembunuhan
janin, melakukan penyiksaan kepada orang tua hamil yang dapat berdampak pada
bayi, atau melakukan kesalahan dalam hal makanan atau minuman atau penerimaan
udara yang dihirup si ibu hamil, dan atau lain-lainnya yang berakibat fatal
kepada kelangsungan hidup dan kehidupan sang bayi dalam kandungan. Senada
dengan hadits di atas, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dari
Amar bin Ash, Rasulullah saw. telah bersabda,
“Cukup
berdosa bagi seseorang yang menyia-nyiakan tanggungannya (keluarganya).” (HR
Abu Dawud dari Amar bin Ash)
Begitu juga dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan Imam Thabrani dari Abu Umamah, Rasulullah saw. telah bersabda,
“Seburuk-buruknya
manusia adalah seorang selalu membuat sempit keluarganya.” (HR Imam Thabrani
dari Abu Umamah)
Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad
saw. menegaskan adanya urgensi pembebanan kewajiban bagi seorang ayah atau ibu
(orang tua) untuk mendidik anak-anaknya mulai sejak dini, seperti salah satu
sabdanya yang monumental berikut ini.
“Carilah
ilmu semenjak masa al-mahdi sampai liang lahat.” (al-Hadits)
Kata ‘al-mahdi’ beberapa terjemahan
dan pengertian. Dan, pada periode terakhir ini kata al-mahdi diterjemahkan oleh
sebagian ulama dengan arti ‘masa kandungan’, ‘masa kehamilan’, atau ‘masa
pralahir’. Karena, pada periode ini telah diyakini sekaligus di-buktikan dengan
adanya berbagai fakta empiris dan ilahiah bahwa terdapat suatu kondisi khas
dalam pertumbuhan bayi pralahir (bayi yang dalam masa kandungan ibunya), yaitu
adanya proses kemajuan potensi instrumen jasmani dan rohani. Kondisi yang khas
ini sudah mulai tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga ketika stimulasi
otak dan latihan intelektual untuk bayi dalam kandungan dilakukan, ia sudah
potensial dapat menerima stimulasi atau sensasi yang diberikan orang tuanya.
Keadaan proses permulaan pelaksanaan program pendidikan di masa pralahir ini
dapat diperkuat dengan sebuah ayat yang jelas dari Allah, antara lain dalam
surah al- Hijr ayat 29 dan surah as-Sajdah ayat 9.
#sÎ*sù ¼çmçF÷§qy àM÷xÿtRur ÏmÏù `ÏB ÓÇrr (#qãès)sù ¼çms9 tûïÏÉf»y ÇËÒÈ
“Maka apabila aku telah sempurnakan kejadiannya dan telah
meniupkan ke dalanmya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan
sujud.” (Q.S al-Hijr
: 29)
¢OèO çm1§qy yxÿtRur ÏmÏù `ÏB ¾ÏmÏmr (
@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur 4
WxÎ=s% $¨B crãà6ô±n@ ÇÒÈ
“Kemudian
Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tuhuh )nya roh (ciptaan)Nya dan Dia
men jadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, (tetapi) kamu sedikit
sekali bersyukur” (َQ.S. as-Sajdah: 9)
Ayat pertama di atas memberikan
pemahaman kepada kita bahwa anak dalam kandungan sangat patuh dan tunduk
menerima instruksi-instruksi dari sang pendidik (dalam hal ini orang tua).
Sementara, ayat kedua memberikan pemahaman bahwa anak dalam kandungan sangat potensial
mampu mengikuti ajakan-ajakan dan saran instruktif dari sang pendidik.
Dengan demikian, dua ayat tersebut
membuktikan adanya anak dalam kandungan sudah mampu menerima stimulasi atau
sensasi yang cukup baik dari alam luar rahim, terutama dari ibunya. Selain dua
ayat di atas ada beberapa ayat lain yang menegaskan adanya kepastian bahwa anak
dalam kandungan dapat mengikuti ajakan stimulasi yang di berikan orang tua,
yakni,
“Ya
Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu)
‘Berimanlah kamu kepada Tuhanmu’, maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami,
ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami
kesalahan-kesalahan, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak
berbuat bakti.” (Ali Imran: 193)
“Sesungguhnya
jawaban orang-orang mukmin bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya
agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, ‘Kami
mendengar, dan kami patuh.’ Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. ”
(an-Nuur : 51)
“Dan
sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (Al-Qur’an), kami beriman
kepadanya. Barangsiapa beriman kepada Tuhannya, maka ia tidak takut akan
pengurangan pahala dan tidak (ikut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan.”
(al-Jinn: 13)
Jika demikian, maka pemberian stimulasi
atau sensasi saat ini sangat penting dilakukan, terutama dalam upaya membangun
dan menciptakan formula superioritas kecerdasan otak anak serta membangun
keseimbangan emosional anak sejak dini.
Dr. Baihaqi, ahli pedagogis Islam
telah mencoba menafsirkan kata al-mahdi dengan konotasi lain yang lebih
signifikan dan kondusif dengan konteks pemahaman secara pedagogis islami.
Menurutnya, konotasi yang dimaksud untuk al-mahdi adalah rahim ibu. Sesuai
dengan wawasan pemahaman di atas rahim ibu adalah al-mahdi dengan dasar
pemikiran semacam itu maka hadits di atas mengandung arti ‘Tuntutlah ilmu sejak
dan masa di dalam rahim sampai liang lahat.’
Dan akan lebih nyata lagi manakala
kita amati sebuah realitas historis yang selama ini tertuang dalam nash Al- Qur’an
yaitu praktik pendidikan pralahir. Fakta historis yang sarat dengan nuansa
religiusitas yang dilakukan oleh Nabi Zakaria a.s. sebagaimana diisyaratkan
dalam surah Maryam ayat 10-11 yang memberikan deskripsi konkret bahwa Nabi
Zakaria betul-betul melakukan pendidikan anak dalam kandungan, yaitu dengan
melakukan ibadah khusus, seperti puasa, puasa tidak bicara dengan manusia
lainnya selama tiga hari tiga malam dan sambil melakukan ibadah ritual lainnya
(seperti bertasbih, bertahmid, bertakbir, berdoa, dan ibadah mandhah lainnya).
Sepanjang siang dan malam, selama tiga hari tiga malam tersebut.
C.
Prinsip-prinsip pendidikan anak pranatal
Aplikasi
pelaksanaan pendidikan tidak akan teralisasi dengan baik tanpa adanya fondasi
filosofi yang kukuh dan kuat, karena roh/jiwa pendidikan akan hidup dan lestari
serta berdaya guna manakala pendidikan itu selalu dilingkupi oleh dasar-dasar
filosofinya yang kukuh dan kuat.
Dasar
filosofi ini hendaknya tertuang dalam setiap gerak dan langkah kegiatan
pendidikan. Filosofi ini merupakan landasan yang esensial dalam penyelenggaraan
pendidikan. Sebagai sebuah landasan pokok setidaknya dapat dijadikan suatu akar
ranting yang saling mengikat dari prinsip-prinsip dasar yang ada, yang hanya
dipegang terus dalam melaksanakan langkah-langkah pendidikannya ini. Oleh
karena itu menurut F. Rene Van de Carr, pemahaman terhadap prinsip-prinsip
dasar pendidikan, dalam hal ini pendidikan pralahir akan sangat membantu para
pendidik (orang tua) mampu memaksimalkan potensi peserta didiknya (anak dalam
kandungan) untuk belajar.
Rene
Van de Carr telah menyimpulkan ada delapan prinsip dasar yang membentuk fondasi
filosofi dan sekaligus prosedur program dan langkah-langkah kegiatan pendidikan
pralahir, yaitu (a) prinsip kerja sama; (b) prinsip ikatan cinta kasih pra
lahir; (c) prinsip stimulasi pralahir; (d) prinsip kesadaran pralahir; (e)
prinsip kecerdasan bayi/anak; (f) prinsip pembiasaan perbuatan-perbuatan baik
(akhlaqul Karimah); (g) prinsip melibatkan kakak-kakak dan saudara-saudara sang
bayi (ukhuwah sulbiyah); dan (h) prinsip peran penting ayah dalam masa
kehamilan.
Sementara
menurut Dr. Baihaqi sebagian prinsip-prinsip tersebut dijadikan sebagai syarat
dan metode untuk melaksanakan langkah-langkah pendidikan bayi pralahir. Baiklah
kita padukan sajapandangan kedua ilmuwan tersebut menjadi satu uraian untuk
memberikan pemahaman nyata mengenai prinsip-prinsip dasar pendidikan pralahir.
1. Prinsip
Cinta, Kasih, Sayang, dan kerja sama
Salah
satu diantara kebutuhan esensial manusia, secara praktis adalah cinta, kasih,
dan sayang. Demikianlah yang sama yang menjadi perekat dalam mengikat hubungan
yang harmonis antara seorang isteri dan suami. Adanya rasasaling kasih, cinta,
dan sayang akan dapat memberikan dampak positif bagi keduanya, terutama bagi
isteri yang sedang mengandung, kebutuhan tersebut sangat dominan. Dalam
melaksanakan pendidikan anak dalam kandungan (pralahir) suami harus mengasihi
dan menyayangi isterinya yang sedang mengandung itu. Karena, hal trsebut akan
membuat isterinya merasa senang, tenteram, aman, tenang dan bahagia. Selain
itu, kondisi tersebut menciptakan kedamaian dan kerukunan dlam rumah tangga,
serta hubungan antara keduanya (suami-isteri) menjadi seimbang.
Keadaan
ini dengan sendirinya akan menghasilkan kerja sama yang baik, menjadi sarana
mudahnya melakukan aplikasi program pendidikan pralahir yang lebih efektif dan
efesien. Program pendidikan pralahir, baik melalui stimulasi edukatif atau
melalui latihan-latihan pendidikan yang dimuati nilai-nilai rasa cinta, kasih
dan sayang, serta kerja sama yang harmonis antara keduanya akan sangat membantu
bagi anak pralahir untuk belajar memberikan dan menerima kasih sayang dan kerja
sama (interaktif) diantara mereka.
2.
Prinsip Tuhidiyah
Setiap
manusia memiliki keyakinan adanya Zat Yang Maha Absolut, Mutlak, Maha Agung,
Maha Besar. Keyakinan ini merupakan potensi asli dan mendasar manusia mulai
sejak ia melakukan baiat dengan Tuhannya Allah SWT., pada zaman azali, alam
arwah, seperti yang termuat dalam firman Allah SWT.. dalam Al-Qur’an surah al-A’raaf ayat 172 sebagai berikut.
“Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu". Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (QS. Al-A’raaf (7): 172)
“Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu". Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (QS. Al-A’raaf (7): 172)
Pernyataan
ini harus terus melekat dalam cita-cita hidup dan kehidupan setiap manusia,
mulai sejak alam rahim (alam kandungan ibu), didalam alam dunia, dan sampai
alam akhirat.
3.
Prinsip Ibadah
Ibadah
merupakan salah satu tugas kekhalifahan manusia di bumi ini. Tugas ini
merupakan tugas inti dari semua tugas yang diwajibkan Allah kepada manusia. Ada
dua kelompok jenis makhluk yang tendensi seruannya lebih kuat untuk melakukan
ibadah-ibadah ini, yaitu selain manusia adlah bangsa jin. Sebagaimana firman
Allah berikut ini.
“Tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah
kepadaku.” (QS. Adz-Dzariyaat: 56)
Namun
bangsa manusia lebih kuat lagi penekanannya, karena ia diberi alat-alat indrawi
yang cukup lengkap dan maksimal, yaitu berupa wujud yang indah, alat-alat indra
yang lengkap baik jasmaniah maupun rohaniah. Dengan merealisasikan
ibadah-ibadah kepada Allah SWT. berarti eksistensi kemanusiaannya akan dapat
dilihat dan dapat diperhitungkan keberdayaannya baik didunia maupun diakhirat.
Sebagai
orang tua yang memegang prinsip ajaran Islam, sebaiknya ia dapat
memformulasikan keyakinannya itu dalam kehidupan anak-anaknya kelak. Hal
mendasar yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan contoh
kebiasaan-kebiasaan beribadah bagi anaknya yang sedang tumbuh dan berkembang
dalam kandungannya.
4.
Prinsip Akhlak dan Kebiasaan Baik
Tema
sentral yang menjadi pokok ajaran perjuangan dan dakwah Nabi Muhammad SAW.
selama dua periode (Mekah dan Madinah) adalah penyempurnaan akhlak manusia
seluruh alam, baik yang bertalian dengan akidah, syariah, muamalah, jinayah,
munakahah, waratsah dan lainnya. Sebagaimana sabdanya,
“Aku diutus Allah ke alam ini hanyalah untuk menyempurnakan
ketinggian akhlak-akhlak/budi pekerti yang baik.”
Untuk
mencapai sifat-sifat kesempurnaan akhlak ini hendaklah orang tuanya memberikan
contoh-contoh positif bagi anak-anaknya termasuk anak yang masih dalam
kandungannya. Contoh keteladanan orang tua kepada anak yang masih dalam
kandungan hanya memberikan sensasi-sensasi positif, dengan lembut penuh kasih
sayang yang berorentasi kepada makarimal akhlak, seperti berbicara lugas /
jelas, sopan, penuh rasa hormat, dan kasih sayang, mengharapkan anak-anak dalam
kandungan responsif dan mengulang-ngulang latihan / sensasi tersebut, dengan
rasa tenang dan senang.
5.
Prinsip Kecerdasan dan Ilmiah
Dengan
membiasakan langkah-langkah sederhana dalam berbagai materi yang dapat
memberikan sensasi atau stimulasi di mana sibayi didalam kandungan dapat
menjawab atau meresponsnya, diharapkan si anak kelak dapat lebih banyak
menerima dan meningkatkan minat dan keterampilan pada hal-hal yang baru.
Keadaan tersebut dengan sendirinya akan meningkatkan daya kecerdasan otak dan
sensitif terhadap suasana ilmiah si anak pralahir.
6.
Prinsip Stimulasi Pralahir
Ketika
umur kandungan atau kehamilan telah mencapai lima bulan atau duapuluh minggu,
maka instrumen indra anak dalam kandungan sudah potensial menerima stimulasi
dan sensasi dari luar rahim, seperti indra peraba bayi sudah bisa merasakan
sentuhan dan rabaan orang tuanya, indra pendengaran bayi sudah mampu mendengar,
misalnya suara khas ibunya, dan indra penglihatan bayi sudah mampu melihat
sinar terang dan gelap di luar rahim. Dengan latihan pendidikan pralahir
berarti memberikan stimulasi sistematis bagi otak dan perkembangan saraf bayi
sebelum dilahirkan. Selain itu, latihan-latihan edukatif pralahir membantu bayi
lebih efektif dan efisien dan menambah kapasitas belajar setelah ia dilahirkan.
7.
Prinsip Kesadaran Pralahir
Syariat
Islam memberikan hak-hak janin begitu luas bagi keberadaannya, yaitu meliputi
hal-hal berikut:
1.
Hak
memiliki silsilah (nasab) keturunan yang jelas (pasti) dan sah dari orang
tuanya.
2.
Hak
terlindungi dan terpelihara dari iklim keburukan fisik dan psikis serta godaan
setan.
3.
Hak
terhindar dari penyakit menular baik akut maupun kronis.
4.
Hak
mendapatkan pelayanan asuhan, cinta, kasih, dan sayang dari orang tuanya.
5.
Hak
mendapatkan pemeliharaan imaniyah asasiah / fitrah tauhidiyah.
6.
Hak
mendapatkan makanan dan minuman yang baik (halal) lagi thayyib.
7.
Hak
pemeliharaan dari bahaya yang dapat mengancam dan mengganggu perkembangan
janin, seperti pengaruh obat-obatan yang berlebihan, obat terlarang, minuman
keras dan lain-lain.
8.
Hak
mendapatkan hidup yang layak termasuk terlindungi dari bahaya yang mengancam
hidup dan kehidupannya.
9.
Hak
ahliyah (kelayakkan / eksistensial) kehadiran janin sebagai individu yang dapat
diperhitungkan.
10.
Hak
pendidikan sejak dini (sejak dalam kandungan ibunya)
11.
Hak
lain-lainnya dalam syariat islamiyah.
Adanya hak-hak tersebut dapat
memberikan kesadaran penuh tentang fungsi dan peran orang tua dalam
pemeliharaan anak-anaknya. Kendati anak itu masih dalam kandungan.
8.
Prinsip Keterlibatan Ayah dan Keterlibatan
Kakak-kakak Sang Bayi.
Pada
dasarnya pendidikan anak pralahir hanya dpat dilakukan oleh orang tuanya, ibu
dan ayahnya. Namun pada kenyataannya, pelaksanaan ini tidak menutup anggota
keluarga lainnya seperti kakak-kakak sang bayi atau saudara lainnya seperti
bibi sang bayi, paman, kakek, nenek dan lainnya.
D.
Langkah-langkah pendidikan
anak pranatal
Latihan dapat
dimulai pada akhirnya trimester pertama dengan memperkenalkan kepada bayi
serangkaian irama gendang yang berulang. Selama latihan-latihan ini, bayi akan
menemukan irama selain suara detak jantung ibunya. Latihan ini merupakan
langkah pertama dalam mengajar bayi tentang dunia di luar rahim.
Pada bulan
kelima kehamilan, bayi yang sedang berkembang sudah siap mempelajari komunikasi
verbal (suara) dan sentuhan. Ibu akan memulai pelajaran dengan mengajar bayi
menanggapi suara ibu dan dorongan halus pada perut ibu dalam permainan bayi
menendang.
Bulan kelima
kehamilan adalah waktu alami untuk memulai hubungan sentuhan dengan bayi. Saat
ini sangat khusus karena ibu mulai merasa bahwa bayinya nyata baik secara fisik
maupun emosional. Belajar untuk bersikap konstan dan konsisten ketika
memberikan stimulus kepada bayi lebih penting dari pada ragam stimulasi yang
diberikan.
Sebagian besar
pelajaran dalam pendidikan pralahir mengharuskan ibu berbicara kepada bayi
melalui rahim. Walaupun bayi sudah dapat mendengar ketika kehamilan berusia 18
minggu, suara-suara dari luar rahim tersaring melalui perut ibu dan plasenta
berisi cairan tempat bayi berkembang. Untuk itu ibu harus mengarahkan dan
mengeraskan suara untuk mencapai telinga - telinga bayi. Untuk membantu
mengarahkan suara dapat menggunakan megafon, selembar kertas yang
digulung-gulung, atau tabung berlubang.
Cara efektif
lain untuk berkomunikasi dengan bayi adalah ibu berbaring di dalam bak rendam
air dan dagu di atas permukaan air. Dinding kamar mandi dan air yang
mengelilingi perut dan tenggorakan cenderung memperbesar suara ibu, mempermudah
bayi mendengarnya. Dalam posisi ini, ibu tidak memerlukan megafon atau alat
lainnya.
Setiap akhir
dari latihan dapat di akhiri dengan musik, senandung, atau nyanyian selama dua
menit. Hal ini akan membantu memberikan batasan pasti dalam jadwal bayi. Bayi
akan mengetahui bahwa masa stimulasi diikuti musik dan kemudian masa istirahat.
Karena waktu-waktu transisi sama dengan waktu-waktu mengantuk bagi bayi baru
lahir, hal ini akan membantu menetapkan siklus tidur teratur bagi bayi setelah
dilahirkan.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan sang ibu, sebagai guru
pertama seorang anak, untuk mendidik anak yang masih dalam kandungan.
Pertama, berfikir
positif. Ibu yang berfikir positif membantu janin belajar lebih baik di dalam
rahim. Basis lingkungan sosial janin adalah sang ibu. Dan pendidikan yang benar
dimulai dengan ibu yang sehat dalam segala hal. Untuk itu kondisi fisik dan
kejiwaan sang ibu harus prima selama mengandung.
Kedua, sering
bersenandung mengagungkan asma Allah dan memperdengarkan musik bernuansa Islami
agar anak terdidik mengenal Allah sejak dini. Memperdengarkan musik klasik juga
dapat menstimulasi kecerdasannya dan bahkan dapat mempertinggi kemampuan pengembangan
bahasanya kelak.
Ketiga, hindari
situasi tertekan karena kondisi ini bisa meningkatkan level hormon janin pada
tahap yang dapat memblokir proses kemampuan pembelajaran pralahir.
Keempat, carilah
kegiatan belajar sendiri. Apapun itu. Walaupun janin tidak akan belajar secara
langsung dari aktifitas sang ibu, akan tetapi perilaku mental ibu yang sehat
akan menjadi kenyamanan dan keamanan tersendiri bagi janin dan hal itu akan
memberinya fondasi perilaku yang positif terhadap pembelajaran setelah dia
lahir.[6]
Peran (calon) ayah dalam hal ini tidak kalah pentingnya. Karena
tidak sedikit perilaku mental (calon) ibu yang tertekan ditimbulkan oleh
perilaku ayah yang kurang menunjukkan dukungan moral pada ibu yang sedang
mengandung. Istri yang hamil secara fisik umumnya kurang fit. Adalah tugas
suami untuk memberi dukungan penuh untuk menjamin kondisi mental istri dalam
kondisi stabil sampai janin lahir ke dunia.
E.
Pendidikan Pranatal dalam Islam
Islam
memandang bahwa proses pendidikan harus dimulai sejak anak masih dalam
kandungan bahkan sejak calon suami memilih calon istri yang di kemudian hari
menjadi orang tua dari anak. Karena, sifat-sifat fisik maupun psikis
(kepribadian) orang tua dapat diturunkan secara genetik kepada anaknya. Hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah Saw.
dalam sabdanya:
“Pilihlah
tempat menanam nuthfahmu (istri), karena pengaruh keturunan itu sangat kuat.” (HR.
Abû Dâwud)[7]
Dalam syariat Islam, masalah pemilihan jodoh sudah diatur
sedemikian rupa hingga begitu jelas dan gamblangnya baik bagi pelamar maupun
yang dilamar. Sehingga jika mereka yang sedang mencari jodoh menerapkan atau
mempraktekkan apa yang diajarkan dalam syariat Islam, maka InsyaAllah
perkawinan akan berada di puncak keharmonisan, kecintaan dan keserasian. Tujuannya
adalah agar terciptanya keluarga yang bahagia dan berkesinambungan terutama
berkenaan dengan masalah terciptanya keluarga yang berpendidikan.
Dalam hadits banyak disebutkan hal-hal yang berkenaan dengan
strategi pemilihan jodoh, diantaranya:
Pemilihan Calon Istri Sabda Rasulullah saw yang artinya “Tidak
akan saling bercinta-cintaan dua yang karena Allah swt. Keculai yang lebih
utama antara keduanya yaitu bagi yang lebih hebat cintanya yang satu terhadap
yang lainnya. (HR. Bukhari). Juga sabdanya saw; “Wanita itu dinikahi
karena empat pertimbangan; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan
karena agamanya. Dapatkanlah wanita yang memiliki agama, akan beruntunglah kamu”.
(HR. Bukhari Muslim).
Dari penjelasan hadits
Rasulullah di atas, maka dapatlah diambil berapa syarat yang penting untuk
memilih calon istri di antaranya: Saling mencintai antara kedua calon menilai. Memilih
wanita karena agamanya agar nantinya medapat bekah dari Allah swt. Sebab orang
yang memilih kemuliaan seseoang akan mendaptkan kehinaan, jika memilih karena
hartanya maka akan memperoleh kemiskinan, jika memilih karena kedudukan maka
akan memperoleh kerendahan.
Pemilihan calon Suami Hadits mengenai calon suami tidak
banyak ditemukan sebagaimana hadits tentang calon istri. Mengenai calon suami
Rasulullah bersabda yang artinya; “Apabila kamu sekalian didatangi oleh
seorang yang agama dan akhlaknya kamu ridhai, maka kawinkanlah ia. Jika kamu
sekalian tidak melaksanakannya maka akan menjadi fitnah di muka bumi ini dan
tersebarlah kerusakan. (HR. Tirmidzi).
Awal mula pendidikan
anak tidak dapat dilepaskan dari tujuan pernikahan, yaitu menjalankan sunnah
Rasul, lahirnya keturunan yang dapat meneruskan risalahnya. Pernikahan yang
baik adalah pernikahan yang dilandasi keinginan untuk memelihara keturunan,
tempat menyemaikan bibit iman, melahirkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan
warrahmah. Oleh karena itu, pemilihan pasangan hidup sangatlah penting
demi kelancaran dan terpenuhinya poin-poin diatas. Apabila salah memilih
pasangan, maka akan mendatangkan murka dan kemarahan Allah yang mana akan
membuat manusia itu sendiri sengsara dunia dan akhirat.
Kehamilan Salah satu
tujuan berumah tangga adalah untuk mendapatkan keturunan, oleh karena itu
biasanya pasangan suami istri yang baru menikah mereka mendambakan kehadiran
seorang anak. Sebagai tanda seorang istri akan memiliki seorang anak adalah
melalui proses kehamilan selama lebih kurang 9 bulan. Kemudian setelah terjadi
masa konsepsi, proses pendidikan sudah bisa dimulai. Walapun dilakukan secara
tidak langsung yaitu dengan sistem inderct educatioan, tetapi setahap demi
setahap proses pendidikan sudah bisa berjalan.
Menurut Imam Bawani dalam bukunya yang berjudul Ilmu Jiwa
Perkembangan Dalam Konteks Pendidikan Islam mengatakan bahwa masa kehamilan itu
mempunyai beberapa tahapan proses. Pertama; tahap nuthfah. Tahap ini calon anak
masih berbentuk tahap ‘alaqah.
Setelah berumur 80 hari, nuthfah
berkembang bagaikan segumpal darah kental dan bergantung pada dinding rahim
ibu. Ketiga yaitu tahap mudghah. Sesudah kira-kira berusia 120 hari, segumpal
darah tadi berkembang menjadi segumpal daging. Pada saat itulah si janin sudah
siap menerima hembusan ruh dari Malaikat utusan Allah.
Seperti sudah kita ketahui bersama bahwa pendidikan yang
dilakukan ketika masa kehamilan adalah pendidikan tidak langsung (indirec
education). Adapun prosesnya adalah:
a.
Seorang ibu yang telah hamil harus
mendo’akan anaknya. Anak pranatal haruslah senantiasa didoakan oleh ibunya,
karena setiap muslim meyakini bahwa hakikatnya Allahlah yang menciptakan anak
tersebut sedangkan orang tua hanyalah sebatas yang diditipkan olehNya.
b.
Seorang Ibu harus senantiasa
memakan makanan yang halal dan baik. Karena setiap yang dimakan oleh si Ibu,
secara otomatis akan berpengaruh terhadap perkembangan si anak. Selanjutnya,
jika ia bermaksud agar anaknya yang pranatal lahir dan dewasa, maka ia harus
menjaga benar-benar agar makanan dan minuman yang diberikan kepada anaknya itu
haruslah baik dan halal. Makanan dan minuman yang halal tersebut diberinya
kepada anak pranatal tentu saja melalui ibu yang mengandungnya. Firman Allah
swt: Artinya “makanlah rezeki yang diberikan Allah kepadamu yang halal dan
yang baik”. (QS. Al-Maidah: 88)
c.
Ikhlas mendidik anak. Setiap orang
tua haruslah ikhlas dalam mendidik anak pranatal. Yang dimaksud dengan ikhlas
adalah bahwa segala amal perbuatan dan usaha terutama upaya mendidik anak
pranatal, dilakukan dengan niat karena Allah semata, mendekatkan diri kepada
Allah, dan ketaatan pada Nya, tidak dengan niat mendaptkan pamrih atau balas
jasa dari anaknya kelak. Dengan kata lain, mendidik anak pranatal harus
diniatkan beribadah, memperhambakan diri kepada Allah swt, serta memelihara
amanah Allah swt.
d.
Suami harus memenuhi kebutuhan
istri yang sedang mengandung, terutama pada masa-masa awal umur kandunganya.
Pada masa itu istri didatangi oleh keinginan-keinginan aneh yang kadang-kadang
muncul secara tiba-tiba. Suami yang tidak mengerti akan hal itu mungkin sekali
kaget salah paham ketika mendapati istrinya sekonyong-konyong berubah.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Pendidikan
pranatal adalah pendidikan anak sebelum dilahirkan atau pendidikan yang dimulai
sejak anak masih dalam kandungan.
2.
Periode
Pranatal merupakan periode pertama dalam rentang kehidupan manusia dan
merupakan periode paling singkat dari seluruh periode perkembangan manusia.
Namun dalam banyak hal merupakan periode yang sangat penting dalam keseluruhan
tahap perkembangan, karena memberi dasar bagi perkembangan selanjutnya.
3.
Beberapa
penelitian yang dilakukan oleh pada ilmuan dalam bidang perkembangan pralahir
menunjukkan bahwa selama berada dalam rahim, anak dapat belajar, merasa dan
mengetahui perbedaan antara gelap dan terang. Pada saat kandungan itu telah
berusia lima bulan, setara dengan 20 minggu, kemampuan anak dalam kandungan
untuk merasakan stimulus telah berkembang dengan cukup baik sehingga proses
pendidikan dan belajar dapat dimulai atau dilakukan.
4.
Islam memperkuat pandangan perlunya pendidikan pranatal. Tidak
hanya itu, pendidikan pranatal menurut Islam harus dimulai dari sejak sebelum
terciptanya janin. Yakni, bahwa (a) penciptaan janin harus berasal dari
pasangan yang sah. Bukan hubungan perzinahan. (b) dalam melakukan hubungan
biologis, hendaknya dimulai dengan doa, setidaknya dengan membaca basmallah;
(c) setelah terjadinya proses nuthfah (sperma), berlanjut menjadi ‘alaqah dan
kemudian mudghah (segumpal daging) maka dimulailah kehidupan seorang anak dalam
rahim. Dari tahap ini, ada beberapa hal yang harus dilakukan sang ibu, sebagai
guru pertama seorang anak, untuk mendidik anak yang masih dalam kandungan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ubes Nur Islam,
Mendidik Anak dalam Kandungan, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003).
2.
F. Rene Van de
Carr, Marc Lehrer, While You Are Expecting… (trj.) Cara Baru Mendidik Anak
Sejak dalam Kandungan, (Jakarta: Mizan Publika, 2008).
3.
Anik Pamilu, Mendidik
Anak Sejak dalam Kandunga, (Jakarta: Citra Media, 2006)
4.
A. Fatih Syuhud, Pendidikan
bagi Anak Pranatal/ Pralahir atau Dalam Kandungan, http://openlibrary.org/books/OL6857127M/, diakses, hari
Ahad, 02 Oktober 2011, pukul: 11.00
5.
Dr. Kartini
Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), (Bandung: Mandar Maju,
Cet., ke 6, 2007)
6.
MANU Putera, Psikologi Pendidikan Anak dalam Perspektif
Ibn Qayyim Al Jauziyah, http://manu.buntetpesantren.org/, diakses, Hari Ahad, 09/10/2011, pukul 12.00
[1]
A. Fatih Syuhud, Pendidikan
bagi Angak Pranatal/ Pralahir atau Dalam Kandungan, http://openlibrary.org/books/OL6857127M/, diakses, hari Ahad, 02
Oktober 2011, pukul: 11.00
[2] http://kuliahpsikologi.dekrizky.com/search, Pranatal,
diakses,
hari Ahad, 02 Oktober 2011, pukul: 11.00
[3]
Ubes
Nur Islam, Mendidik Anak dalam Kandungan, (Jakarta: Gema Insani Press,
2003), h. 2
[4] F. Rene Van de Carr, Marc Lehrer, While
You Are Expecting… (trj.) Cara Baru Mendidik Anak Sejak dalam Kandungan, (Jakarta:
Mizan Publika, 2008), h. 23
[5] Ibid., h.
24
https://ojs.uniska-bjm.ac.id/index.php/jurnalmuallimuna/article/view/743
BalasHapushttp://ejournal.iain-tulungagung.ac.id/index.php/taalum/article/view/755
BalasHapus