Ziarah kubur adalah bagian
terpenting dalam tradisi keberagamaan kaum santri, baik ketika masih berada di
pesantren maupun ketika sudah berada di luar pesantren. Secara bahasa ziarah
berarti mengunjungi, dengan makna yang umum. Bila kita tambahkan kata
dibelakangnya "ziarah kubur", berarti "mengunjungi kuburan".
Lazimnya ziarah kubur berarti datang ke kubur orang yang telah meninggal dengan
tujuan mendo'akan agar mendapat ampunan dan terhindar dari azab 'alam
barzakh (alam kubur).
Kaum santri, paling tidak,
membagi ziarah kepada dua bagian; pertama kepada
orang biasa, seperti teman, keluarga, atau orang tua yang telah meniggal dunia.
Ziarah kepada teman atau keluarga biasanya bertujuan untuk mendoakan agar orang
yang diziarahi mendapat ampunan dari Allah atas dosa-dosanya selama hidup di
dunia. Demikian juga ziarah kepada kedua orang tua.
Kedua,
ziarah kepada orang-orang shalih, ulama dan para wali. Bagi santri, ziarah
kepada orang-orang ini tidaklah bertujuan untuk mendoakan agar diampuni
dosa-dosa mereka. Bagi mereka para wali, orang shalih dan alim adalah
orang-orang yang terpelihara dari dosa. Alih-alih mendoakan, malah justeru kita
yang minta barokah kepada mereka agar diberikan petunjuk oleh Allah dalam
mengarungi kehidupan.
Makam para wali dan
orang-orang alim ini selalu ramai dikunjungi sepanjang waktu, yang sebagian
besar terdiri dari kaum santri. Di sinilah mereka bermunajat, memohon kepada
Allah agar dikabulkan hajat dan dimudahkan segala urusan. Bagi sebagian lagi,
ziarah dijadikan sebagai sarana untuk bertafakur, merefleksi diri, serta
melembutkan hati dengan mengingat mati.
Wisata Ziarah
Beberapa tahun belakangan
terjadi penomena baru soal ziarah ini. Ziarah tidak melulu soal akhirat, sakral
dan tidak ada hubungannya dengan keduniaan. Orang-orang menjadikan ziarah
selain untuk berdoa juga sekaligus untuk bewisata. Penomena ini dikenal juga
dengan wisata relijius. Selain beribadah dalam rangka berziarah kepada para
wali --daerah Kalimantan, terutama Kalimantan Selatan, menyebutnya ziarah
kepada para datu-- sekaligus juga dijadikan sebagai wahana untuk berekreasi.
Bagi beberapa daerah ziarah kubur justeru dijadikan sebagai alternatif
pengembangan tradisi yang bermanfaat secara sosial dan ekonomi.
Yang kita khawatirkan adalah
bahwa akan terjadi pendangkalan (kehilangan) makna yang sesungguhnya dari
ziarah itu sendiri. Orang bisa saja lupa bahwa tujuan berziarah adalah sebagai
sarana untuk bertafakur, merefleksin diri, melembutkan hati dengan mengingat
kepada kematian.
Karena itu beberapa tokoh
berkelakar soal penomena ini. Kalau orang dari hulu sungai berziarah kepada
para datu, nanti perjalanan terakhirnya ditutup berziarah kepada datu mall.
(pelesetan dari sebuah tempat perbelanjaan terbesar di Kalimantan Selatan; Duta
Mall). Jangan-jangan selama perjalanan ziarah itu orang berfikir yang utama
adalah ke tempat perbelanjaannya, bukan ziarah kepada para wali dan datu tadi.
Demikian juga ketika ziarah
ke pulau Jawa, orang-orang ziarah mulai dari Jawa Timur di Surabaya dengan
perjalanan panjang berziarah kepada wali-wali, terutama sembilan wali. Nanti
terakhirnya ditutup ziarah ke Tugu Monomen Nasional (Monas) di Jakarta dan
tempat perbelanjaan Pasar Tanah Abang, misalnya.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar