KAMI, SUNGAI DAN HANDIL
Sungai, setidaknya dia telah menjadi urat nadi kehidupan
manusia sejak berabad-abad lamanya. Sebelum alat tranfortasi darat mendominasi,
sungai mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan sosial-ekonomi
masyarakat. Sungailah yang menghubungkan antara satu daerah ke daerah lainnya.
Ini wajar saja karena hampir 60 % wilayah di Indonesia dikelilingi oleh air.
Kalau melihat sejarah perekembangan masyarat di beberapa
daerah, terutama di daerah Kalimantan dan Sumatera, pemukiman masyarakat
awal-awal di bangun di sekitar pesisir sungai. Sungai merupakan sumbar
penghidupan, karena sungai selain digunakan sebagai tempat pemenuhan keperluan
sehari-hari juga berfungsi sebagai jalan untuk menghubungkan antar satu
daerah-dengan daerah lainnya, bahkan dijadikan sebagai sumber penghasilan.
Deminian pula bagi kami yang hidup di pesisir, sungai adalah
urat nadi kehidupan. Ia berfungsi sebagai jalan yang menghubungkan antara satu
kampung ke kampung yang lain, antara satu desa ke desa yang lainya, bahkan
antar daerah, terhubung melalui sungai.
Di sisi kanan kiri sungai bermuara ratusan anak-anak sungai,
kami menyebutnya handil. Air mengalir dari anak-anak sungai menuju sungai yang
lebih besar yang bermuara di laut. Tetapi tidak selamanya begitu, terkadang air
juga datang dari laut memenuhi sungai dan sampai ke anak-anak sungai. Peristiwa
pertama kami sebut dengan pasang, sedangkan peristiwa kedua kami menyebutnya
pandit (surut).
Pada waktu-waktu tertentu, jika pasang tiba, terkadang air
menghilangkan sebagian daratan dan memenuhi sebagian rumah-rumah penduduk di
pesisir sungai. Warga sudah mafhum dengan dengan beristiwa ini, sebagian
warga membangun rumah dengan meninggikannya supaya air tidak lagi naik ketika
pasang tiba. Tonggak-tonggak yang digunakan untuk meninggikan rumah ini terbuat
dari kayu ulin (kayu besi) yang memang terkenal kuat dan tidak mudah lapuk.
Di tepian sungai, rumah-rumah warga dibagun di bahu-bahu
kanan kiri sungai, separu dari rumah masuk ke sungai, bahkan lama kelamaan
rumah warga sudah benar-benar sepenuhnya berada di sungai karena tepian-tepian
sungai tergerus oleh air. Kecuali rumah-rumah warga yang berada di tepian
anak-anak sungai (handil), rumah-rumah warga dibangun lebih kedaratan.
Handil ibarat gang-gang di kota-kota besar. Kalau di kota,
gang diberi nama dengan nama-nama tertentu, begitu juga handil. Seperti Handil
Asam, Handil Nyiur, Handil Batu, Handil Semangat dan lain-lain, layaknya nama-nama
gang-gang atau jalan kecil yang ada di kota.
Di pinggiran sungai yang tidak ada pemukiman tumbuh subur
pohon Rambai Padi (sejenis mangruf). Pohon inilah yang berfungsi sebagai
pagar hidup untuk mengurangi abrasi tepian sungai. Akar-akarnya yang kuat
menghunjam ke tanah dan ujungnya yang muncul kepermukaan meruncing seperti
sudah didesain Sang Pencipta untuk menahan tepian sungai dari longsor.
Kuncup bunganya apabila telah mekar berbentuk seperti bintang,
tetap menempel sampai buahnya matang. Apabila
buahnya telah matang dan jatuh dibawa oleh arus air sungai, akan mudah
tersangkut di tepian sungai. Kemudian buah yang tersangkut itu membusuk dan
bijinya yang ratusan itu tersebar kemana-mana, kemudian tumbuh membentuk
tunas-tunas baru. Ternyata begitulah cara alam melestarikan lingkungannya.
Kami anak-anak pesisir sering memanjat pohon-pohon ini, mencari cabang yang menjulur ke sungai
kemudian melompat ke dalam air sambil menyelam dalam-dalam kemudian muncul di
bawah pohonnya untuk naik kembali dan terjun, berulang-ulang sampai kami puas.
Sesekali kami memetik buahnya yang sudah matang yang rasanya kecut sedikit
manis untuk menganjal perut yang lapar.
Warga di pesisir menjadikan hampir seluruh aktivitas
keseharian mereka di sungai. Mulai dari aktivitas MCK sampai keperluan air
minum hingga memasak pun terkadang diambil dari
sungai. Tidak mudah merubah kebiasaan ini. Mereka sudah terbiasa sejak lama, bahkan
turun temurun. Walaupun ada himbawan dari pemerintah agar merubah kebiasaan
ini, terutama masalah sanitasi.
Seiring berjalannya waktu, saat ini sungai tidak lagi
sepenting dulu. Mobilitas masyarakat tidak lagi sepenuhnya di sungai. Daratan sudah
menjadi tanah harapan baru. Jalan-jalan sudah dibangun lengkap dengan
jembatan-jembatannya yang gagah dan kokoh melintasi sungai. Namun terkadang
jembatan dibangun terlalu rendah hingga menyulitkan aktivitas di sangai, dan
menambah sulitnya warga yang masih setia dengan angkutan sungai yang kini telah
mulai ditinggalkan.
Pergeseran pola hidup masyarakat dari orientasi sungai ke
daratan menyebabkan sungai tidak lagi sepenting dahulu. Jika dahulunya
perumahan penduduk menghadap ke arah sungai, sekarang berubah menjadi
'memantatin' sungai. Hal ini terjadi karena fungsi rumah bukan hanya sebagai
tempat tinggal tetapi dijadikan sebagai tempat usaha, seperti warung atau toko
yang berada pada bagian rumah yang menghadap ke jalan.
Ketidakramahan masyarakat terhadap sungai dan handil saat
ini telihat dari banyaknya sungai yang sudah hampir mati dan bahkan beberapa
handil diperkotaan telah hilang dan berubah menjadi pemukiman.