Ketika di
pesantren salah satu kebiasaan yang ditentang keras dilakukan oleh santri
adalah tidur setelah sholat Subuh. Konon mereka yang terbiasa tidur setelah
sholat Subuh akan mewarisi kefakiran (hidup miskin). Namun, sekalipun kebiasaan
itu “terlarang” dilakukan, tetapi ada saja santri yang melakukannya. Ada berbagai
macam alasan tentunya yang menyebabkan mereka tidur setelah sholat Subuh
walapun mereka tahu, apa yang dilakukan itu “terlarang”.
Tidur setelah
sholat Subuh di kalangan santri Kalimantan, Kalimantan Selatan khususnya
disebut dengan Mamadar (mematangkan nasi yang setengah matang) biasanya
dilakukan dengan mengecilkan api di tungku agar nasi tidak hangus. Dipinjam kata
Mamadar adalah untuk menyebut tidur
setelah sholat Subuh, mungkin saja karena sesuai dengan kehidupan santri dengan
kesibukannya belajar selama 24 jam di pesantren. Kesibukan ini menguras tenaga
dan pikiran mereka, mulai dari pangi, siang, hingga malam, dan tidak jarang
hingga larut malam. Karena berjaga pada malam hari hingga larut malam, maka
sebagian santri menjadi berkurang porsi tidurnya, dan untuk melengkapi
kekurangan itu terpaksa sebagian mereka menambalnya dengan melakukan tidur
setelah sholat Subuh (Mamadar). Supaya tidur yang tadinya masih setengah matang bisa betul-betul matang.
Nah, penomena
ini ternyata kita dapati juga pada tokoh kaliber nasional asal Kalimantan
Selatan, jebolan pesantren; Dr. Idham Chalid. Berikut akan saya tuliskan
kembali dari koran Tempo kolom Pokok &
Tokoh terbitan lawas, 01 April 1978.
-------------
Suatu malam teman2 K.H. Dr.
Idham Chalid mengadakan ramah tamah di rumahnya. Hadir antara lain Nuruddin
Lubis, K.H. Syaifuddin Zuhri, Chalid Mawardi, Thayib M. Gobel, dan K.H.
Masykur.
Acara berlansung dengan
santai. Ketika satu-satu tamu Idham Chalid akan pulang, tiba2 tuan rumah
bertanya: "Eh, siapa ya yang bisa ngajari saya main golf? Saya pengen main
golf." Tidak jelas apakah Idham menemukan guru golf, tetapi niatnya mau
main golf ini memang mempunyai cerita tersendiri, yang lucu.
Sekitar tahun 1970, Presiden
Soeharto memberi hadiah empat tongkat golf kepada Idham Chalid. Idham yg mahir
empat bahasa: Arab, Inggris, Jepang dan Belanda ini membaca buku tentang main
golf. Dia juga telah membeli bola golf. Tapi kesempatan berlatih baginya tak
kunjung tiba. Beberapa bulan kemudian malahan tongkat golfnya itu dijadikan
alat untuk menggebuki kasur oleh pembantunya..
Dan Idham memang mempunyai
alasan sendiri, mengapa dia hingga kini belum juga latihan golf. "Habis,
main golf itu kan sore, waktu sembahyang Ashar," ujar Idham menangkis.
"Kan bisa pagi Pak, sesudah subuh," sela seorang tamu. Idham menjawab
cepat: "Wah, sesudah subuh, biasanya saya kembali tidur."..
Demikian,
huduuup santri..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar