Senin, 18 Desember 2017

DULU DAN SEKARANG

DULU DAN SEKARANG


Di era serba modern ini hampir semua permainan tidak ada yang gratis. Lihatlah mobil-mobilan, boneka-bonekaan, game online, PS, Game Watch, X box dan lain-lain. Anak-anak terbiasa duduk lama di depan layar komputer, TV serta gadget, sehingga menyebabkan mereka kehilangan kepekaan terhadap stimulasi alami. Aktifitas di luar rumah anak semakin berkurang, pergerakan, sentuhan dan hubungan dengan individu lain juga semakin berkurang. Efek buruknya adalah menyebabkan anak ketergantungan terhadap teknologi.

Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi menyebabkan anak berpikir dangkal, cepat puas, tidak mau berusaha keras, tidak sabar dan tidak tahan dengan kesulitan hidup. Selain itu kurangnya aktifitas di luar rumah menjadikan anak anti sosial. Kurangnya bersosialisasi menyebabkan anak sangat dangkal dalam menjalin relasi, sehingga menjadikan anak kurang berkomunikasi dengan teman sebayanya, atau cenderung bersifat individualistis. Nilai-nilai kebersamaan yang seharusnya ditanamkan sejak dini berangsur-angsur sirna dari kehidupan anak. Sedikit sekali waktu yang dapat digunakan anak untuk bercengkrama dengan sesamanya. 
                
Saya merasa bersyukur karena masa kecil saya hidup di lingkungan pedesaan yang terpencil, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan manusia urban (perkotaan). Di kampung saya, jarak dari satu rumah dengan rumah penduduk lainnya saling berjauhan. Saya dan anak sebaya di kampung,  kami terbiasa hidup bebas tanpa ada aturan-aturan yang ketat seperti anak-anak yang hidup di kota. Kami bebas hendak pergi kemanapun; masuk dan keluar hutan, menangkapikan di sungai atau di rawa yang sudah mulai kering, menjebak burung, naik ke atas pohon, memetik buah-buhan yang tumbuh hutan, memakannya sampai kenyang dan berak pula di bawahnya.

Ketika hujan tiba kami bebas berhujan-hujan ria, main perosot-perosotan di tepi sungai yang landai berkubang dengan lumpur. Sebagian lagi main kapal-kapalan dengan gedebung pisang atau dengan pelepah pinang serta pelepah kelapa. Tidak ada yang melarang, karena jarang sekali kami sakit hanya karena hujan-hujanan. Kegiatan seperti ini hanya bisa terhenti apabila kami sudah merasa kecapaian dan kelelahan dan gemeretak gigi karena menggigil menahan dingin.

Ketika musim kemarau kami bermain layang-layang yang kami buat sendiri dari batang bambu yang banyak tumbuh disekitar kampung. Kami berlarian di pematang-pematang sawah yang padinya sudah mulai menguning. Permainan lainnya adalah bermain balogo (permainan tradisional masyarakat Banjar) yang kami buat sendiri dari tempurung kelapa tua atau bermain tali, yang talinya kami ambil dari tumbuhan merambat di tepi sawah atau dipinggir hutan dekat perkebunan kelapa.


Itu adalah kenangan yang saya rasakan sebagai seorang anak kampung yang hidup pada era tahun 80-han. Sangat menyenangkan dan tak dapat terlupakan. Di sana nilai-nilai kebersamaan, kejujuran, kekelompokkan, kerjasama, keuletan dan olah fisik dipupuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar