CERITA LUCU PARA KIAI BERSAMA MOBIL BUTUT
KH.
Saifuddin Zuhri menulis pengalaman lucunya bersama KH. Idham Chalid di buku
otobiografinya yang berjudul Guruku Orang-Orang Dari Pesantren.
Suatu
hari Idham Chalid datang ke parlemen dengan mobil merk “Human” berwarna hijau
tua. Mobil ini adalah mubil bekas. Maklumlah waktu itu (sekitar tahun 1950-han)
tidak semua orang punya mobil walaupun berstatus sebagai anggota parlemen.
Kalaupun ada tentu saja itu adalah mobil bekas butut dan sudah sangat tue.
Idham Khalid berbisik kepada Saifuddin Zuhri bahwa
ia membawa sebuah mobil, sambil menunjuk kearah mobil kecil yang terparkir di
bawah pohon beringin di depan gedung parlemen.
“Dapat dari mana?” tanya Saifuddin Zuhri.
“Ada kiriman uang dari Kalimantan. Saya beli mobil
seharga Rp. 18.000,” jawab Idham Chalid.
“Kok mahal banget?” tanggap Saifuddin Zuhri.
“Apa mahal! Lihat dulu barangnya, mesinnya masih
tokcer!” jawab Idham Chalid.
Tiba-tiba Kiai Ilyas keluar dari sidang parlemen
dengan Ahmad Achsien. Saifuddi Zuhri memberitahukan kepadanya bahwa Idham
Chalid membawa mobil “baru”. Ia kepengen juga mencoba hendak menebeng sampai ke
rumahnya. Adapun Ahmad Achsien sudah punya mobil sendiri, maka ia pulang dengan
mobilnya.
Idham Chalid lalu duduk di kursi kemudi, ia hendak
mengemudikan sendiri. Saifuddin Zuhri membatin “Kapan Idham Chalid belajar
mengemudi?”. Saifuddin Zuhri-pun meyakinkan di dalam hati bahwa Idham Chalid
sudah pandai mengemudi mobil, kemudian ia berdiam.
Mobil keluar dari halaman parlemen menuju arah jalan
Pejambon. Jalannya mobil tidak lurus, tidak stabil. Pedal rem sering diinjak
tiba-tiba, lalu tancap gas tak kepalang tanggung. Kiai Ilya melirik kepada
Saifuddin Zuhri, dalam hati beliau barang kali mengatakan: “kok begini menyetirnya?”
Tetapi Saifuddin Zuhri tidak membalas lirikannya. Ia Cuma diam saja. Sejak tadi
ia membaca shalawat di dalam hati.
Mobil nyaris menyenggol pengendara sepeda di dekat Stasiun Gambir. Kiai Ilyas berteriak nyaring!
Mobil nyaris menyenggol pengendara sepeda di dekat Stasiun Gambir. Kiai Ilyas berteriak nyaring!
“Ya akhi, kalau ada orang jualan rokok di depan itu,
berhenti sebentar!” seru Kiai Ilyas kepada Idham Chalid.
Di depan penjual rokok, Idham Chalid menghentikan
mobilnya, agak keterusan. Kiai Ilyas turun dari mobil. Dikira ia akan membeli
rokok, ternyata ia berjalan menuju trotoar.
“Mengapa? Hayo naiklah!” ajak Saifuddin kepada Kiai
Ilyas.
“Terima kasih! Jalan kaki lebih aman!” Kiai Ilya
terus mempercepat langkahnya menuju arah Prapatan.
“Penakut!” teriak Idham Chalid.
Saifuddin Zuhri yang mulanya duduk dibelakang pindah
duduk di kursi samping Idham Chalid. Mesin kemudian dihidupkan kembali, mobil
mulai jalan. Sepanjang jalan Saifuddin Zuhri membiarkan Idham Chalid
mengemudikan mobilnya sekehendak hatinya. Ia diam saja, namun dihatinya
memperbanyak membaca shalawat. Syukurlah, akhirnya mereka sampai juga ke tujuan
dengan selamat, walaupun menurut Saifuddin Zuhri ia tidak begitu sehat.
Kepalanya pening.