Di daerah
kami Kalimantan, Saat menanan atau mengetam padi para petani biasanya
melakukannya bersama-sama (bergotong royong) dengan melibatkan banyak
orang. Laki-laki, perempuan, tua, muda, bahkan anak-anak beramai-ramai pergi ke pahumaan (sawah) ketika musim tanam atau
musim panen tiba. Musim tanam dan musim
panen biasanya tidak serempak antara satu kampung dengan kampung lainnya. Sekalipun mayoritas petani menanam menyesuaikan
dengan keadaan alam (sawah tadah hujan). Sawah-sawah yang berada di
daerah dekat dengan aliran
sungai utama biasanya memulai menanam agak lebih lambat
dari sawah-sawah berada lebih jauh. Hal ini
dipengaruhi oleh ketersediaan air di sawah-sawah mereka.
Petani-petani yang padinya sudah siap ditanami
atau dipanen mengambil jasa dari kampung lain yang belum masanya menanam atau
memanen. Atau, bisa juga mereka datang sendiri ke kampung-kampung menawarkan jasanya. Siklus
yang tidak merata ini tentu saja memudahkan para petani, terutama bagi mereka
yang memerlukan banyak tenaga dan, tentu saja menambah pemasukkan bagi pemberi
jasa (pambilupahan), termasuk bagi para buruh tani.
Begitulah suatu penomena biasanya melahirkan
penomena lain yang menjadi turunannya. Berkumpulnya orang-orang terutama muda
mudi sering kali dimanfaatkan sebagai ajang perkenalan atau pencarian jodoh.
Sering kali para muda mudi mendapatkan jodohnya melalui peristiwa musiman ini.
Di kampung-kampung jarang sekali ada perkumpulan-perkumulan yang dapat
mempertemuan laki dan perempuan, terutama para muda mudi. Pada awalnya mungkin mereka hanya berkenalan
saja, atau bahkan hanya selorohan saja oleh orang-orang untuk memanas-manasi, dan
hal tersebut bisa membuat mereka terpancing, dan justeru itulah yang menjadikan
mereka menemukan jodohnya.
Saya ketika masih kecil sering ikut kegiatan
ini, menanam atau
memanen, terutama bila dilaksanakan di tempat
orang tua saya. Disamping rasa senang dan riang juga sebagai ajang belajar bagi
saya agar terampil
menggunakan alat-alat pertanian yang sangat tradisional.
Saya belum berani ikut mambilupah karena kemampuan saya masih belum
sehebat dan seprofesional orang-orang. Selain itu saya senang mendengar orang-orang
sambil bekerja sambil berceloteh, bercerita ngalur ngidul, menyerempet kesana
kemari, sambil diiring dengan canda tawa hingga payah bekerja di tengah terik
matahari tidak begitu terasa.
Masyarakat kami (sebagian besar suku Banjar
dan Dayak) memang pandai bercanda, membangun cerita dan tokoh emajener seperti
yang terkenal dengan tokohnya si Palui. Ada banyak cerita, sebagian
cerita ini terulang-ulang dikisahkan. Biasanya cerita yang sama diceritakan
oleh orang yang berbeda melahirkan kelucuan terendiri. Atau malah sama sekali
tidak lucu.
Diam-diam saya mendengarkan dan
mencermati apa yang mereka bicarakan, jujur saja aku merasa terhibur dengan
celotehan-celotehan itu. Tidak terasa hari sudah beranjak siang, pertanda
istirahat dari bekerja sebentar lagi tiba. Kegiatan ini biasanya dimulai sejak
pukul 07.00 dan berakhir sekitar pukul 12.00, atau lebih awal lagi. Sekitar pukul 10.00-han biasanya ada istirahat
untuk makan-makan. Makanan yang disajikan bisa makanan ringan atau bisa juga
makanan yang lengkap, nasi, sayur, plus lauk-pauk yang enak. Makan di tengah
sawah, sehabis capek dari bekerja sungguh nikmat sekali, walaupun dengan
lauk-pauk dan sayuran seadanya. Karena itulah para petani rata-rata porsi
makannya banyak-banyak.
Dangdut adalah musik yang akrab menemani
mereka saat bekerja. Kenapa musik dangdut? Karena lagu-lagu dangdut mudah
dicerna sehingga tidak susah untuk diterima. Bahasanya yang lugas dan sederhana
sangat mudah dipahami oleh masyarakat kelas bawah, seperti kami para petani.
Irama musiknya yang sangat melankolik sangat cocok dengan kehidupan kami para petani
dalam mengekspresikan kehidupan yang kami jalani.
Karena itulah ketika berangkat ke tempat
kerja, baik ke sawah, kebun atau lainnya yang tidak bisa ketinggalan selain
bekal, 'peralatan perang', serta rokok dan korek api, adalah radio kecil.
Mereka setia mendengarkan channel-channel radio yang memutarkan (karena dahulu
menggunakan kaset) lagu-lagu dangdut sebagai penghibur sambil bekerja. Saat ini
yang dibawa bukan lagi radio, tapi HP yang bisa digunakan untuk memutar radio
kesayangan atau memutar lagu koleksi mereka sendiri melalui aplikasi yang ada
di handphone tersebut.
Begitulah, sesulit apapun dan seberat apapun
suatu pekerjaan ternyata ada cara-cara tersendiri yang bisa dilakukan untuk
menciptakan kebahagiaan. Begitupun pula orang-orang yang telah saya ceritakan
di atas. Mereka telah menciptakan kebagiannya sendiri tak perduli apa yang
terjadi yang penting bisa bekerja dan menghasilkan, orang Banjar mengatakan “asal
dapur haja kawa bakukus,” artinya masih ada yang bisa dimasak yang berarti
bahwa perut bisa kenyang, yang berarti juga bisa menyambung hidup untuk hari
esok.