Jumat, 22 Desember 2017

PENGAJIAN DI KAMPUNG

Siang kemaren saya berkesempatan mengikuti pengajian di kampung. Jama'ahnya sebagian besar dihadiri oleh ibu-ibu dan beberapa diantaranya adalah bapak-bapak. Pengajian ini membahas bab tentang Taubat. 

Tuan Guru menjelaskan bahwa syarat2 taubat itu ada tiga, yaitu: 
1. Menyesali terhadap dosa yg pernah dilakukan. 
2. Berhenti dari mengerjakan dosa yg dilakukan. 
3. Bertekad tidak akan mengulangi memperbuat dosa yg pernah dilakukan. 
Jika dosa yg dikerjakan bersangkutan dengan hak sesama manusia maka syaratnya ditambah satu lagi, yaitu meminta maaf atau meminta halal kepada orang yg pernah diperbuat dosa kepadanya.

Setelah selesai tuan guru menjelaskan, seorang ibu dengan lantang bertanya tentang boleh tidaknya megambil Kalakai (sejenis tumbuhan paku-pakuan yg hidup liar di lahan warga) biasanya dijadikan sayur untuk dimakan atau untuk dijual. Dijawab oleh tuan guru bahwa kita hendaknya sebelum mengambil minta ijin dulu kepada sang empunya lahan. Sekalipun tumbuhan itu hidup liar tidak ditanam karena tumbuh dengan sendiriya di lahan-lahan warga.

Seorang ibu lainnya bertanya bagaimana kalau mengambil jeruk tetangga yg sebelumnya sudah mempersilahkan untuk mengambil, sekalipun tidak minta izin lagi kalau ingin mengambil lagi setelahnya.

Di kampung kami, di daerah Kuala Kapuas Kalimantan Tengah, banyak tumbuhan liar yg dijadikan sebagai sayuran. Tidak di pelihara, dan membutuhkan modal tapi punya nilai ekonomis. Tumbuhan ini tumbuh dengan sedirinya di lahan-lahan warga yg sudah tidak terurus. Kalakai dan Piyai adalah jenis tumbuhan paku-pakuan yg pucuk mudanya sering dijadikan sebagai sayuran yg enak rasanya kalau dimasak. Selain itu ada juga tumbuhan lain yg tumbuh liar di sawah-sawah seperti Genjer dan Talipok (sejenis teratai).

Mendengar pertanyaan ibu-ibu pengajian itu saya membatin. Alangkah mulianya hati para ibu-ibu lugu ini. Mereka sangat takut jika makan makanan yg tidak halal. Mereka sangat takut kalau mengambil sesuatu yg bukan haknya. Padahal tumbuhan yg diambil itu tidak ditanam dan seandainya diambil tidak akan merugikan empunya lahan. Dan saya tahu persis bahwa ibu yg bertanya itu adalah seorang janda yg telah meninggal suaminya. Hidupnya jauh dari berkecukupan. Pekerjaan adalah menjual sayur-sayuran dan buah-buahan dengan mengayuh Jukung (sampan/perahu kecil) mengelilingi kampung di sepanjang bantaran sungai untuk bertahan hidup. 

Lihatlah orang-orang yg terlibat korupsi di negri ini. Mereka hidup berkecukupan, bahkan lebih dari cukup. Mereka juga berpendidikan tinggi S1, S2, S3 bahkan profesor. Namun masih tidak bisa membedakan yg mana haknya dan yg mana hak orang lain. Mereka buta hatinya tetapi terang benderang matanya ketika dihadapkan dengan yg namanya fulus. Sungguh eronis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar