Salah satu hal yang paling saya takuti sebelum bersekolah di
pesantren adalah kuburan. Kuburan bagi saya ibarat sarang hantu, tempat
berkumpulnya para jin, setan dan segala hal yang menakutkan. Ketika berjalan di
malam hari, tempat yang paling saya hindari adalah kuburan. Mimpi-mimpi yang
paling horor bagi saya adalah tentang orang mati. Mendengar kabar tetangga
meninggal saja, cukup membuat saya tidak keruan tidur semalaman.
Di ujung kampung, di desa kami, terdapat kuburan tua yang
terkenal angker. Konon perilaku dan penampilan orang yang dimakamkan di kuburan
itu ketika masih hidup sangat aneh dan ganjil.
Di pingang dan lehernya bergelantungan puluhan botol-botol kecil berisi
berbagai minyak yang mempunyai kekuatan magis, mulai dari yang tahan terhadap senjata
tajam (kebal) hingga dapat memiliki kekuatan super. Orang ini menggunakan
kekuatan ilmu hitam.
Minyak-minyak itu, kami menyebutnya Untalan.
Menggunakan Untalan untuk mendapatkan kesaktian, kekebalan dan
sebagainya adalah hal yang lumrah di tengah masyarakat kami. Untalan
adalah sejenis minyak yang dapat menjadikan orang yang menelannya menjadi sakti
atau kebal.
Dalam kepercayaan masyarakat kami orang-orang yang
menggunakan Untalan ini, apabila ia meninggal, jika tidak sempat
dikeluarkan untalan tersebut dari dalam tubuh, maka bisa mengakibatkan
orang itu mati dengan tidak wajar (mati jadi hantu). Ketidak-wajaran ini sudah
terlihat tanda-tandanya sebelum si mayit dikuburkan. Ketika saat dimandikan
atau ketika saat disalatkan. Puncaknya adalah pada senja hari pertama sejak ia
dikuburkan.
Menurut cerita, ketika senja tiba dari atas kuburan tua di ujung kampung kami
itu keluar asap berwarna kekuningan. Itu adalah pertanda sang hantu akan
keluar dari peraduannya. Karenanya saat senja hari yang berwarna
kekuningan --terjadi sebelum atau sehabis hujan, kami dilarang keras
keluar rumah, karena dipercaya iblis dan hantu berkeliaran saat itu.
Hari-hari pertama kematian, konon si hantu jadi-jadian akan
menemui kerabat dekatnya. Di senja hari ia akan mengetuk pintu, dan memperlihatkan
dirinya dalam bentuk yang mengerikan. Ia datang seolah ingin mengabarkan kepada
kerabat tentang keadaan dirinya kini. Ia tidak akan beranjak dari rumah itu
sampai kerabat atau keluarga yang didatangi mengatkan: "Sudah, saya sudah
melihat kamu, jangan kembali lagi ke sini." Biasanya bila sudah mendengar
itu ia akan menghilang dengan sendirinya dan tidak akan pernah kembali lagi.
Urang tua kami biasanya, menakut-nakuti kami dengan menyebut
hantu si makam tua yang ada di ujung kampung itu. Tidak perduli siang atau malam, kami sangat takut ketika melewati makam itu. Ketakutan saya rupanya tidak hanya
kepada makam tua itu, bahkan semua makam. Ketika sendirian melewati kuburan
imajinasi tentang hantu berseleweran di kepala saya. Hingga mimpi-mimpi horor
saya adalah tentang kuburan dan orang mati.
Ketika berada di pesantren, ada hal yang berbeda dalam
persepsi saya tentang kuburan. Kuburan setidaknya tidak menakutkan seperti ketika
masih berada di kampung. Di pesantren, tepatnya dibagian kiri setelah masuk
pintu gerbang kedua, terdapat makam pendiri pesantren. Setiap subuh Jumat kami
diajak berziarah ke makam beliau, atau, kalau tidak, dilakukan secara
bergiliran. Beberapa asrama kena giliran subuh Jumat ini, beberapa asrama lainnya
subuh Jumat berikutnya, begitu terus berputar. Di beberapa kesempatan saya
berziarah sendiri di luar jadwal yang telah ditentukan ke makam mu'allim kami
ini.
Selain berbeziarah ke makam pendiri pesantren, sehabis
salat Jumat saya sering mampir berziarah ke makam orang alim di luar komplek.
Di sini beberapa santri sering saya dapati juga berziarah seperti saya.
Rasa-rasanya sejak inilah mulai tumbuh kecintaan berziarah di dalam diri
saya. Bagi saya berziarah selain membaca Alquran, Tahlil dan berzikir adalah
berdo'a. Berdo'a tidak hanya untuk orang yang diziarahi, tetapi juga berdo'a
untuk diri sendiri, orang tua dan keluarga-keluarga saya.
Berdo'a di kubur orang-orang alim serasa lebih husuk di
banding tempat-tempat lainnya. Di sini kuburan dibikin nyaman, sehingga
orang-orang yang berziarah dapat betah berada di dalamnya. Beda sekali ketika
masih di kampung dahulu, kuburan terletak di ujung kampung, berada di bawah
pohon besar atau di dekat pohon bambu yang rimbun, gelap, penuh semak belukar,
terkadang berada di rawa dan bernyamuk. Sehingga berada dikuburan bisa
memancing imajinasi-imajinasi horor.
Begitulah, sampai saat ini berziarah merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari kebiasaan saya, sekalipun tidak sesering dahulu.
Pada beberapa kesempatan ketika berjalan-jalan bersama keluarga ke beberapa
daerah di Kalimantan Selatan ataupun ke luar daerah lainnya, kami selalu
menyempatkan diri untuk berziarah ke makam orang-orang alim, sekedar berdo'a
ataupun mengharap berkah.
Begitupun pula ketika pulang kampung halaman, selain
berkunjung ke keluarga yang masih hidup, kami juga berziarah ke kuburan
keluarga yang telah meninggal dunia, mendahului kami.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar