Selasa, 11 Oktober 2016

PENDIDIKAN PRANATAL (Sebelum Kelahiran)

BAB    I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Periode Pranatal merupakan periode pertama dalam rentang kehidupan manusia dan merupakan periode paling singkat dari seluruh periode perkembangan manusia. Namun dalam banyak hal merupakan periode yang sangat penting dalam keseluruhan tahap perkembangan, karena memberi dasar bagi perkembangan selanjutnya.
William Sallenbach (1998) menyebutkan bahwa periode pranatal atau pralahir merupakan masa kritis bagi perkembangan fisik, emosi dan mental bayi. Ini adalah suatu masa di mana kedekatan hubungan antara bayi dan orangtua mulai terbentuk dengan konsekuensi yang akan berdampak panjang terutama berkaitan dengan kemampuan dan kecerdasan bayi dalam kandungan.[1]
Islam memperkuat pandangan perlunya pendidikan pranatal. Tidak hanya itu, pendidikan pranatal menurut Islam harus dimulai dari sejak sebelum terciptanya janin. Yakni, bahwa (a) penciptaan janin harus berasal dari pasangan yang sah. Bukan hubungan perzinahan. (b) dalam melakukan hubungan biologis, hendaknya dimulai dengan doa, setidaknya dengan membaca basmallah; (c) setelah terjadinya proses nuthfah (sperma), berlanjut menjadi ‘alaqah dan kemudian mudghah (segumpal daging) maka dimulailah kehidupan seorang anak dalam rahim. Dari tahap ini, ada beberapa hal yang harus dilakukan sang ibu, sebagai guru pertama seorang anak, untuk mendidik anak yang masih dalam kandungan.
B.     Perumusan Masalah
Supaya terarahnya dalam penulisan makalah ini maka penulis merumuskan beberapa permaslahan sebagai berikut:
1.      Apakah yang dimaksud dengan pendidikan prenatal?
2.      Apakah dasar-dasar pendidikan anak pranatal?
3.      Apakah prinsip-prinsip pendidikan prantal?
4.      Bagaimanakah langkah-langkah pendidikan pranatal?
5.      Bagaimanakah pendidikan pranatal dalam Islam?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pendidikan prenatal.
2.      Untuk mengetahui dasar-dasar pendidikan anak pranatal.
3.      Untuk mengetahui prinsip-prinsip pendidikan prantal.
4.      Untuk mengetahui langkah-langkah pendidikan pranatal.
5.      Untuk mengetahui pendidikan pranatal dalam Islam.



BAB    II
PENDIDIKAN PRANATAL (Sebelum Lahir)
A.    Pengertian Pendidikan Pranatal
Istilah pranatal berasal dari kata “pra” yang berarti “sebelum”, sedangkan “natal” berarti “lahir atau kelahiran”.  Dengan demikian istilah prenatal dapat diartikan sebagai “sebelum kelahiran atau sebelum lahir”. Ada juga yang mengatakan bahwa masa prenatal adalah masa sebelum lahir atau pra lahir. [2] Masa pra lahir (pasca konsepsi) disebut juga masa kehamilan yang berlangsung kurang lebih 9 bulan 10 hari, ada juga yang kurang atau lebih dari itu.
Kata pendidikan adalah kata jadian dari kata didik, yang mendapat imbuhan pen- dan-an. Kata didik mengandung banyak arti, antara lain, pelihara, bina, latih, asuh dan ajar. Dengan adanya proses tambahan awalan dan akhiran tersebut akan memberikan pemahaman dan pengertian yang lebih luas, kompleks, sistematis dan filosofis.
Kata pendidikan secara etimologis, dalam kamus Bahasa Indonesia, adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.
Secara termenologis, pengertian pendidikan sangatlah luas dan universal yang diantaranya adalah Soegarda Poerbakawatja mendifinisikan pendidikan sebagai perbuatan atau usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkan agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani.
Kemudian pengertian anak dalam kandungan adalah bahwa anak sebagai keturunan kedua setelah ayah dan ibunya. Sedangkan anak dalam kandungan adalah anak yang masih berada didalam perut ibunya atau anak yang belum lahir (pranatal).
Jika dihubungkan pengertian pendidikan seperti yang diuraikan diatas, maka pendidikan anak dalam kandungan adalah usaha sadar orang tua (suami istri) untuk mendidik anaknya yang masih dalam kandungan istrinya.
Dengan demikian pendidikan pranatal adalah pendidikan anak sebelum dilahirkan atau pendidikan yang dimulai sejak anak masih dalam kandungan.
B.     Dasar-dasar pendidikan anak Pranatal
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh pada ilmuan dalam bidang perkembangan pralahir menunjukkan bahwa selama berada dalam rahim, anak dapat belajar, merasa dan mengetahui perbedaan antara gelap dan terang. Pada saat kandungan itu telah berusia lima bulan, setara dengan 20 minggu, kemampuan anak dalam kandungan untuk merasakan stimulus telah berkembang dengan cukup baik sehingga proses pendidikan dan belajar dapat dimulai atau dilakukan.[3]
Kemudian, pada ilmuan bidang pendidikan anak dalam kandungan juga telah banyak melakukan riset baru dan riset ulang secara kuntinu dengan membuat langkah-langkah dan metode baru mengenai praktik pendidikan pralahir, diantaranya adalah peningkatan kecerdasan otak bayi, keyakinan lestari pada diri anak saat tumbuh dan berkembang dewasa nanti, keseimbangan komunikasi lebih baik antara anak dengan orang tuanya, anggota keluarganya dan atau dengan lingkungannya dibanding dengan teman-temannya yang tidak mengikuti program pendidikan pralahir.
Berikut ini beberapa laporan yang sangat menggembirakan bagi dunia pendidikan anak, yaitu dari F. Rene Van de Carr M.D dan Marc Lehrer, Ph.D bahwa
The American Association of The Advancement of Science pada tahun 1996 telah merangkum hasil penelitian sejumlah ilmuan dalam bidang stimulasi pralahir dan bayi, antara lain sebagai berikut:[4]
1.    Dr. Craig dari University of Alabama menunjukkan bahwa program-program stimulasi dini meningkatkan nilai tes kecerdasan dalam pelajaran utama pada semua anak yang diteliti dari masa bayi hingga usia 15 tahun. Anak-anak tersebut mencapai kecerdasan 15 hingga 30 persen lebih tinggi.
2.    The Prenatal Enrichment Unit Chiew General Hospitas di Bangkok Thailan di pimpin Dr. C. Panthura-amphorn, telah melakukan penelitian terhadap bayi pra lahir, meyimpulkan bahwa bayi yang diberi stimulus pralahir cepat mahir bicara, menirukan suara, menyebutkan kata pertama, tersenyum secara sepontan, mampu menoleh ke arah suara orang tuanya, lebih tanggap terhadap musik dan juga mengembangkan pola sosial lebih baik saat ia dewasa.
F Rene Van de Carr, M.D., dkk., telah lama melakukan penelitian ini, kurang lebih sejak 22 tahun yang lalu. Menurut pandangannya penelitian tersebut merujukkan beberapa hal berikut ini pada bayi-bayi yang mendapatkan stimulus pralahir.
1.    Tampak ada suatu masa kritis dalam perkembangan bayi yang dimulai pada sekitar usia lima bulan sebelum dilahirkan dan berlanjut hingga dua tahun ketika stimulasi otak dan latihan-latihan intelektual dapat meningkatkan kemampuan bayi.
2.    Stimulasi pralahir dapat membantu mengembangkan orientasi dan keefektifan bayi dalam mengatasi dunia luar setelah ia dilahirkan.
3.    Bayi-bayi yang mendapatkan stimulasi pralahir dapat lebih mampu mengontrol gerakan-gerakan mereka. Selain itu, mereka juga lebih siap menjelajahi dan mempelajari lingkungan setelah dilahirkan.
4.    Para orang tua yang telah berpartisipasi dalam program pendidikan pralahir menggambarkan bahwa anak mereka lebih tenang, waspada, dan bahagia.[5]
Sebenarnya, keistemewaan-keestemewaan pendidikan anak dalam kandungan merupakan hasil dari sebuah proses yang sistematis dengan merangkaikan langkah, metode dan materi yang dipakai oleh orang tuanya dalam melakukan pendidikan  (stimulasi edukatif) dan orientasi serta tujuan ke mana keduanya mengarah dan mendidik.
Dalam Al-Qur’an ada banyak ayat yang menyerukan keharusan sang orang tua untuk selalu menjaga dan mendidik seluruh anak-anaknya, termasuk anak yang masih dalam kandungannya (sang istri). Seperti yang ditegaskan dalam surah at-Tahrim ayat 6 berikut:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur .... ÇÏÈ
“Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, di mana (neraka) itu bahan bakunya berasal dari manusia dan batu-batuan.” (Q.S. at-Tahrim : 6)
Menjaga dan mendidik anak yang masih dalam kandungan dengan persepsi ayat tersebut memberikan pemahaman yang sangat luas dan fleksibel, yaitu memberi perhatian maksimal dengan melakukan stimulasi edukatif yang berorientasikan kepada peningkatan potensi daya intelektual, sensasi perasaan/psikis, menguatkan daya fisik/jasmani, memberi makanan dan minuman yang thayyibah, halal dan bergizi tinggi, dan aktivitas-aktivitas lainnya yang bermanfaat bagi anak dalam kandungan. Serta menghindarkan bayi yang dalam kandungan dari mara bahaya yang berdampak pada fisik maupun psikisnya. Dalam kaitan ini, Rasulullah saw. telah besabda,“Anak yang sengsara adalah anak yang telah mendapatkan kesengsaraan semenjak ia masih dalam handungan ibunya.” (HR Imam Muslim dari Ibnu Mas’ud)
Kata ‘asy-syaqiyyu adalah mengandung makna umum, yang artinya, penyiksaan yang dilakukan sengaja untuk si bayi dalam rahim, tidak mendapatkan kehidupan yang layak, atau pembunuhan janin, melakukan penyiksaan kepada orang tua hamil yang dapat berdampak pada bayi, atau melakukan kesalahan dalam hal makanan atau minuman atau penerimaan udara yang dihirup si ibu hamil, dan atau lain-lainnya yang berakibat fatal kepada kelangsungan hidup dan kehidupan sang bayi dalam kandungan. Senada dengan hadits di atas, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dari Amar bin Ash, Rasulullah saw. telah bersabda,
“Cukup berdosa bagi seseorang yang menyia-nyiakan tanggungannya (keluarganya).” (HR Abu Dawud dari Amar bin Ash)
Begitu juga dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Thabrani dari Abu Umamah, Rasulullah saw. telah bersabda,
“Seburuk-buruknya manusia adalah seorang selalu membuat sempit keluarganya.” (HR Imam Thabrani dari Abu Umamah)
Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad saw. menegaskan adanya urgensi pembebanan kewajiban bagi seorang ayah atau ibu (orang tua) untuk mendidik anak-anaknya mulai sejak dini, seperti salah satu sabdanya yang monumental berikut ini.
“Carilah ilmu semenjak masa al-mahdi sampai liang lahat.” (al-Hadits)
Kata ‘al-mahdi’ beberapa terjemahan dan pengertian. Dan, pada periode terakhir ini kata al-mahdi diterjemahkan oleh sebagian ulama dengan arti ‘masa kandungan’, ‘masa kehamilan’, atau ‘masa pralahir’. Karena, pada periode ini telah diyakini sekaligus di-buktikan dengan adanya berbagai fakta empiris dan ilahiah bahwa terdapat suatu kondisi khas dalam pertumbuhan bayi pralahir (bayi yang dalam masa kandungan ibunya), yaitu adanya proses kemajuan potensi instrumen jasmani dan rohani. Kondisi yang khas ini sudah mulai tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga ketika stimulasi otak dan latihan intelektual untuk bayi dalam kandungan dilakukan, ia sudah potensial dapat menerima stimulasi atau sensasi yang diberikan orang tuanya. Keadaan proses permulaan pelaksanaan program pendidikan di masa pralahir ini dapat diperkuat dengan sebuah ayat yang jelas dari Allah, antara lain dalam surah al- Hijr ayat 29 dan surah as-Sajdah ayat 9.
#sŒÎ*sù ¼çmçF÷ƒ§qy àM÷xÿtRur ÏmŠÏù `ÏB ÓÇrr (#qãès)sù ¼çms9 tûïÏÉf»y ÇËÒÈ  
“Maka apabila aku telah sempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan ke dalanmya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan sujud.” (Q.S al-Hijr : 29)
¢OèO çm1§qy yxÿtRur ÏmŠÏù `ÏB ¾ÏmÏmr ( Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur 4
 WxÎ=s% $¨B šcrãà6ô±n@ ÇÒÈ  

“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tuhuh )nya roh (ciptaan)Nya dan Dia men jadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur” (َQ.S. as-Sajdah: 9)
Ayat pertama di atas memberikan pemahaman kepada kita bahwa anak dalam kandungan sangat patuh dan tunduk menerima instruksi-instruksi dari sang pendidik (dalam hal ini orang tua). Sementara, ayat kedua memberikan pemahaman bahwa anak dalam kandungan sangat potensial mampu mengikuti ajakan-ajakan dan saran instruktif dari sang pendidik.
Dengan demikian, dua ayat tersebut membuktikan adanya anak dalam kandungan sudah mampu menerima stimulasi atau sensasi yang cukup baik dari alam luar rahim, terutama dari ibunya. Selain dua ayat di atas ada beberapa ayat lain yang menegaskan adanya kepastian bahwa anak dalam kandungan dapat mengikuti ajakan stimulasi yang di berikan orang tua, yakni,
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu) ‘Berimanlah kamu kepada Tuhanmu’, maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbuat bakti.” (Ali Imran: 193)
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, ‘Kami mendengar, dan kami patuh.’ Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. ” (an-Nuur : 51)
“Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (Al-Qur’an), kami beriman kepadanya. Barangsiapa beriman kepada Tuhannya, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan tidak (ikut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan.” (al-Jinn: 13)
Jika demikian, maka pemberian stimulasi atau sensasi saat ini sangat penting dilakukan, terutama dalam upaya membangun dan menciptakan formula superioritas kecerdasan otak anak serta membangun keseimbangan emosional anak sejak dini.
Dr. Baihaqi, ahli pedagogis Islam telah mencoba menafsirkan kata al-mahdi dengan konotasi lain yang lebih signifikan dan kondusif dengan konteks pemahaman secara pedagogis islami. Menurutnya, konotasi yang dimaksud untuk al-mahdi adalah rahim ibu. Sesuai dengan wawasan pemahaman di atas rahim ibu adalah al-mahdi dengan dasar pemikiran semacam itu maka hadits di atas mengandung arti ‘Tuntutlah ilmu sejak dan masa di dalam rahim sampai liang lahat.’
Dan akan lebih nyata lagi manakala kita amati sebuah realitas historis yang selama ini tertuang dalam nash Al- Qur’an yaitu praktik pendidikan pralahir. Fakta historis yang sarat dengan nuansa religiusitas yang dilakukan oleh Nabi Zakaria a.s. sebagaimana diisyaratkan dalam surah Maryam ayat 10-11 yang memberikan deskripsi konkret bahwa Nabi Zakaria betul-betul melakukan pendidikan anak dalam kandungan, yaitu dengan melakukan ibadah khusus, seperti puasa, puasa tidak bicara dengan manusia lainnya selama tiga hari tiga malam dan sambil melakukan ibadah ritual lainnya (seperti bertasbih, bertahmid, bertakbir, berdoa, dan ibadah mandhah lainnya). Sepanjang siang dan malam, selama tiga hari tiga malam tersebut.
C.    Prinsip-prinsip pendidikan anak pranatal
Aplikasi pelaksanaan pendidikan tidak akan teralisasi dengan baik tanpa adanya fondasi filosofi yang kukuh dan kuat, karena roh/jiwa pendidikan akan hidup dan lestari serta berdaya guna manakala pendidikan itu selalu dilingkupi oleh dasar-dasar filosofinya yang kukuh dan kuat.
Dasar filosofi ini hendaknya tertuang dalam setiap gerak dan langkah kegiatan pendidikan. Filosofi ini merupakan landasan yang esensial dalam penyelenggaraan pendidikan. Sebagai sebuah landasan pokok setidaknya dapat dijadikan suatu akar ranting yang saling mengikat dari prinsip-prinsip dasar yang ada, yang hanya dipegang terus dalam melaksanakan langkah-langkah pendidikannya ini. Oleh karena itu menurut F. Rene Van de Carr, pemahaman terhadap prinsip-prinsip dasar pendidikan, dalam hal ini pendidikan pralahir akan sangat membantu para pendidik (orang tua) mampu memaksimalkan potensi peserta didiknya (anak dalam kandungan) untuk belajar.
Rene Van de Carr telah menyimpulkan ada delapan prinsip dasar yang membentuk fondasi filosofi dan sekaligus prosedur program dan langkah-langkah kegiatan pendidikan pralahir, yaitu (a) prinsip kerja sama; (b) prinsip ikatan cinta kasih pra lahir; (c) prinsip stimulasi pralahir; (d) prinsip kesadaran pralahir; (e) prinsip kecerdasan bayi/anak; (f) prinsip pembiasaan perbuatan-perbuatan baik (akhlaqul Karimah); (g) prinsip melibatkan kakak-kakak dan saudara-saudara sang bayi (ukhuwah sulbiyah); dan (h) prinsip peran penting ayah dalam masa kehamilan.
Sementara menurut Dr. Baihaqi sebagian prinsip-prinsip tersebut dijadikan sebagai syarat dan metode untuk melaksanakan langkah-langkah pendidikan bayi pralahir. Baiklah kita padukan sajapandangan kedua ilmuwan tersebut menjadi satu uraian untuk memberikan pemahaman nyata mengenai prinsip-prinsip dasar pendidikan pralahir.
1.      Prinsip Cinta, Kasih, Sayang, dan kerja sama
Salah satu diantara kebutuhan esensial manusia, secara praktis adalah cinta, kasih, dan sayang. Demikianlah yang sama yang menjadi perekat dalam mengikat hubungan yang harmonis antara seorang isteri dan suami. Adanya rasasaling kasih, cinta, dan sayang akan dapat memberikan dampak positif bagi keduanya, terutama bagi isteri yang sedang mengandung, kebutuhan tersebut sangat dominan. Dalam melaksanakan pendidikan anak dalam kandungan (pralahir) suami harus mengasihi dan menyayangi isterinya yang sedang mengandung itu. Karena, hal trsebut akan membuat isterinya merasa senang, tenteram, aman, tenang dan bahagia. Selain itu, kondisi tersebut menciptakan kedamaian dan kerukunan dlam rumah tangga, serta hubungan antara keduanya (suami-isteri) menjadi seimbang.
Keadaan ini dengan sendirinya akan menghasilkan kerja sama yang baik, menjadi sarana mudahnya melakukan aplikasi program pendidikan pralahir yang lebih efektif dan efesien. Program pendidikan pralahir, baik melalui stimulasi edukatif atau melalui latihan-latihan pendidikan yang dimuati nilai-nilai rasa cinta, kasih dan sayang, serta kerja sama yang harmonis antara keduanya akan sangat membantu bagi anak pralahir untuk belajar memberikan dan menerima kasih sayang dan kerja sama (interaktif) diantara mereka.
2.      Prinsip Tuhidiyah
Setiap manusia memiliki keyakinan adanya Zat Yang Maha Absolut, Mutlak, Maha Agung, Maha Besar. Keyakinan ini merupakan potensi asli dan mendasar manusia mulai sejak ia melakukan baiat dengan Tuhannya Allah SWT., pada zaman azali, alam arwah, seperti yang termuat dalam firman Allah SWT.. dalam Al-Quran surah al-Araaf ayat 172 sebagai berikut.
Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu". Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (QS. Al-Araaf (7): 172)
Pernyataan ini harus terus melekat dalam cita-cita hidup dan kehidupan setiap manusia, mulai sejak alam rahim (alam kandungan ibu), didalam alam dunia, dan sampai alam akhirat.
3.      Prinsip Ibadah
Ibadah merupakan salah satu tugas kekhalifahan manusia di bumi ini. Tugas ini merupakan tugas inti dari semua tugas yang diwajibkan Allah kepada manusia. Ada dua kelompok jenis makhluk yang tendensi seruannya lebih kuat untuk melakukan ibadah-ibadah ini, yaitu selain manusia adlah bangsa jin. Sebagaimana firman Allah berikut ini.
“Tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku. (QS. Adz-Dzariyaat: 56)
Namun bangsa manusia lebih kuat lagi penekanannya, karena ia diberi alat-alat indrawi yang cukup lengkap dan maksimal, yaitu berupa wujud yang indah, alat-alat indra yang lengkap baik jasmaniah maupun rohaniah. Dengan merealisasikan ibadah-ibadah kepada Allah SWT. berarti eksistensi kemanusiaannya akan dapat dilihat dan dapat diperhitungkan keberdayaannya baik didunia maupun diakhirat.
Sebagai orang tua yang memegang prinsip ajaran Islam, sebaiknya ia dapat memformulasikan keyakinannya itu dalam kehidupan anak-anaknya kelak. Hal mendasar yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan contoh kebiasaan-kebiasaan beribadah bagi anaknya yang sedang tumbuh dan berkembang dalam kandungannya.
4.      Prinsip Akhlak dan Kebiasaan Baik
Tema sentral yang menjadi pokok ajaran perjuangan dan dakwah Nabi Muhammad SAW. selama dua periode (Mekah dan Madinah) adalah penyempurnaan akhlak manusia seluruh alam, baik yang bertalian dengan akidah, syariah, muamalah, jinayah, munakahah, waratsah dan lainnya. Sebagaimana sabdanya,
“Aku diutus Allah ke alam ini hanyalah untuk menyempurnakan ketinggian akhlak-akhlak/budi pekerti yang baik.
Untuk mencapai sifat-sifat kesempurnaan akhlak ini hendaklah orang tuanya memberikan contoh-contoh positif bagi anak-anaknya termasuk anak yang masih dalam kandungannya. Contoh keteladanan orang tua kepada anak yang masih dalam kandungan hanya memberikan sensasi-sensasi positif, dengan lembut penuh kasih sayang yang berorentasi kepada makarimal akhlak, seperti berbicara lugas / jelas, sopan, penuh rasa hormat, dan kasih sayang, mengharapkan anak-anak dalam kandungan responsif dan mengulang-ngulang latihan / sensasi tersebut, dengan rasa tenang dan senang.
5.      Prinsip Kecerdasan dan Ilmiah
Dengan membiasakan langkah-langkah sederhana dalam berbagai materi yang dapat memberikan sensasi atau stimulasi di mana sibayi didalam kandungan dapat menjawab atau meresponsnya, diharapkan si anak kelak dapat lebih banyak menerima dan meningkatkan minat dan keterampilan pada hal-hal yang baru. Keadaan tersebut dengan sendirinya akan meningkatkan daya kecerdasan otak dan sensitif terhadap suasana ilmiah si anak pralahir.
6.      Prinsip Stimulasi Pralahir
Ketika umur kandungan atau kehamilan telah mencapai lima bulan atau duapuluh minggu, maka instrumen indra anak dalam kandungan sudah potensial menerima stimulasi dan sensasi dari luar rahim, seperti indra peraba bayi sudah bisa merasakan sentuhan dan rabaan orang tuanya, indra pendengaran bayi sudah mampu mendengar, misalnya suara khas ibunya, dan indra penglihatan bayi sudah mampu melihat sinar terang dan gelap di luar rahim. Dengan latihan pendidikan pralahir berarti memberikan stimulasi sistematis bagi otak dan perkembangan saraf bayi sebelum dilahirkan. Selain itu, latihan-latihan edukatif pralahir membantu bayi lebih efektif dan efisien dan menambah kapasitas belajar setelah ia dilahirkan.
7.      Prinsip Kesadaran Pralahir
Syariat Islam memberikan hak-hak janin begitu luas bagi keberadaannya, yaitu meliputi hal-hal berikut:
1.      Hak memiliki silsilah (nasab) keturunan yang jelas (pasti) dan sah dari orang tuanya.
2.      Hak terlindungi dan terpelihara dari iklim keburukan fisik dan psikis serta godaan setan.
3.      Hak terhindar dari penyakit menular baik akut maupun kronis.
4.      Hak mendapatkan pelayanan asuhan, cinta, kasih, dan sayang dari orang tuanya.
5.      Hak mendapatkan pemeliharaan imaniyah asasiah / fitrah tauhidiyah.
6.      Hak mendapatkan makanan dan minuman yang baik (halal) lagi thayyib.
7.      Hak pemeliharaan dari bahaya yang dapat mengancam dan mengganggu perkembangan janin, seperti pengaruh obat-obatan yang berlebihan, obat terlarang, minuman keras dan lain-lain.
8.      Hak mendapatkan hidup yang layak termasuk terlindungi dari bahaya yang mengancam hidup dan kehidupannya.
9.      Hak ahliyah (kelayakkan / eksistensial) kehadiran janin sebagai individu yang dapat diperhitungkan.
10.  Hak pendidikan sejak dini (sejak dalam kandungan ibunya)
11.  Hak lain-lainnya dalam syariat islamiyah.
Adanya hak-hak tersebut dapat memberikan kesadaran penuh tentang fungsi dan peran orang tua dalam pemeliharaan anak-anaknya. Kendati anak itu masih dalam kandungan.
8.      Prinsip Keterlibatan Ayah dan Keterlibatan Kakak-kakak Sang Bayi.
Pada dasarnya pendidikan anak pralahir hanya dpat dilakukan oleh orang tuanya, ibu dan ayahnya. Namun pada kenyataannya, pelaksanaan ini tidak menutup anggota keluarga lainnya seperti kakak-kakak sang bayi atau saudara lainnya seperti bibi sang bayi, paman, kakek, nenek dan lainnya.
D.    Langkah-langkah  pendidikan anak pranatal
Latihan dapat dimulai pada akhirnya trimester pertama dengan memperkenalkan kepada bayi serangkaian irama gendang yang berulang. Selama latihan-latihan ini, bayi akan menemukan irama selain suara detak jantung ibunya. Latihan ini merupakan langkah pertama dalam mengajar bayi tentang dunia di luar rahim.
Pada bulan kelima kehamilan, bayi yang sedang berkembang sudah siap mempelajari komunikasi verbal (suara) dan sentuhan. Ibu akan memulai pelajaran dengan mengajar bayi menanggapi suara ibu dan dorongan halus pada perut ibu dalam permainan bayi menendang.
Bulan kelima kehamilan adalah waktu alami untuk memulai hubungan sentuhan dengan bayi. Saat ini sangat khusus karena ibu mulai merasa bahwa bayinya nyata baik secara fisik maupun emosional. Belajar untuk bersikap konstan dan konsisten ketika memberikan stimulus kepada bayi lebih penting dari pada ragam stimulasi yang diberikan.
Sebagian besar pelajaran dalam pendidikan pralahir mengharuskan ibu berbicara kepada bayi melalui rahim. Walaupun bayi sudah dapat mendengar ketika kehamilan berusia 18 minggu, suara-suara dari luar rahim tersaring melalui perut ibu dan plasenta berisi cairan tempat bayi berkembang. Untuk itu ibu harus mengarahkan dan mengeraskan suara untuk mencapai telinga - telinga bayi. Untuk membantu mengarahkan suara dapat menggunakan megafon, selembar kertas yang digulung-gulung, atau tabung berlubang.
Cara efektif lain untuk berkomunikasi dengan bayi adalah ibu berbaring di dalam bak rendam air dan dagu di atas permukaan air. Dinding kamar mandi dan air yang mengelilingi perut dan tenggorakan cenderung memperbesar suara ibu, mempermudah bayi mendengarnya. Dalam posisi ini, ibu tidak memerlukan megafon atau alat lainnya.
Setiap akhir dari latihan dapat di akhiri dengan musik, senandung, atau nyanyian selama dua menit. Hal ini akan membantu memberikan batasan pasti dalam jadwal bayi. Bayi akan mengetahui bahwa masa stimulasi diikuti musik dan kemudian masa istirahat. Karena waktu-waktu transisi sama dengan waktu-waktu mengantuk bagi bayi baru lahir, hal ini akan membantu menetapkan siklus tidur teratur bagi bayi setelah dilahirkan.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan sang ibu, sebagai guru pertama seorang anak, untuk mendidik anak yang masih dalam kandungan.
Pertama, berfikir positif. Ibu yang berfikir positif membantu janin belajar lebih baik di dalam rahim. Basis lingkungan sosial janin adalah sang ibu. Dan pendidikan yang benar dimulai dengan ibu yang sehat dalam segala hal. Untuk itu kondisi fisik dan kejiwaan sang ibu harus prima selama mengandung.
Kedua, sering bersenandung mengagungkan asma Allah dan memperdengarkan musik bernuansa Islami agar anak terdidik mengenal Allah sejak dini. Memperdengarkan musik klasik juga dapat menstimulasi kecerdasannya dan bahkan dapat mempertinggi kemampuan pengembangan bahasanya kelak.
Ketiga, hindari situasi tertekan karena kondisi ini bisa meningkatkan level hormon janin pada tahap yang dapat memblokir proses kemampuan pembelajaran pralahir.
Keempat, carilah kegiatan belajar sendiri. Apapun itu. Walaupun janin tidak akan belajar secara langsung dari aktifitas sang ibu, akan tetapi perilaku mental ibu yang sehat akan menjadi kenyamanan dan keamanan tersendiri bagi janin dan hal itu akan memberinya fondasi perilaku yang positif terhadap pembelajaran setelah dia lahir.[6]
Peran (calon) ayah dalam hal ini tidak kalah pentingnya. Karena tidak sedikit perilaku mental (calon) ibu yang tertekan ditimbulkan oleh perilaku ayah yang kurang menunjukkan dukungan moral pada ibu yang sedang mengandung. Istri yang hamil secara fisik umumnya kurang fit. Adalah tugas suami untuk memberi dukungan penuh untuk menjamin kondisi mental istri dalam kondisi stabil sampai janin lahir ke dunia.

E.     Pendidikan Pranatal dalam Islam
Islam memandang bahwa proses pendidikan harus dimulai sejak anak masih dalam kandungan bahkan sejak calon suami memilih calon istri yang di kemudian hari menjadi orang tua dari anak. Karena, sifat-sifat fisik maupun psikis (kepribadian) orang tua dapat diturunkan secara genetik kepada anaknya.  Hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah Saw. dalam sabdanya:
“Pilihlah tempat menanam nuthfahmu (istri), karena pengaruh keturunan itu sangat kuat.” (HR. Abû Dâwud)[7]
Dalam syariat Islam, masalah pemilihan jodoh sudah diatur sedemikian rupa hingga begitu jelas dan gamblangnya baik bagi pelamar maupun yang dilamar. Sehingga jika mereka yang sedang mencari jodoh menerapkan atau mempraktekkan apa yang diajarkan dalam syariat Islam, maka InsyaAllah perkawinan akan berada di puncak keharmonisan, kecintaan dan keserasian. Tujuannya adalah agar terciptanya keluarga yang bahagia dan berkesinambungan terutama berkenaan dengan masalah terciptanya keluarga yang berpendidikan.
Dalam hadits banyak disebutkan hal-hal yang berkenaan dengan strategi pemilihan jodoh, diantaranya:
Pemilihan Calon Istri Sabda Rasulullah saw yang artinya “Tidak akan saling bercinta-cintaan dua yang karena Allah swt. Keculai yang lebih utama antara keduanya yaitu bagi yang lebih hebat cintanya yang satu terhadap yang lainnya. (HR. Bukhari). Juga sabdanya saw; “Wanita itu dinikahi karena empat pertimbangan; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya. Dapatkanlah wanita yang memiliki agama, akan beruntunglah kamu”. (HR. Bukhari Muslim).
 Dari penjelasan hadits Rasulullah di atas, maka dapatlah diambil berapa syarat yang penting untuk memilih calon istri di antaranya: Saling mencintai antara kedua calon menilai. Memilih wanita karena agamanya agar nantinya medapat bekah dari Allah swt. Sebab orang yang memilih kemuliaan seseoang akan mendaptkan kehinaan, jika memilih karena hartanya maka akan memperoleh kemiskinan, jika memilih karena kedudukan maka akan memperoleh kerendahan.
Pemilihan calon Suami Hadits mengenai calon suami tidak banyak ditemukan sebagaimana hadits tentang calon istri. Mengenai calon suami Rasulullah bersabda yang artinya; “Apabila kamu sekalian didatangi oleh seorang yang agama dan akhlaknya kamu ridhai, maka kawinkanlah ia. Jika kamu sekalian tidak melaksanakannya maka akan menjadi fitnah di muka bumi ini dan tersebarlah kerusakan. (HR. Tirmidzi).
 Awal mula pendidikan anak tidak dapat dilepaskan dari tujuan pernikahan, yaitu menjalankan sunnah Rasul, lahirnya keturunan yang dapat meneruskan risalahnya. Pernikahan yang baik adalah pernikahan yang dilandasi keinginan untuk memelihara keturunan, tempat menyemaikan bibit iman, melahirkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah. Oleh karena itu, pemilihan pasangan hidup sangatlah penting demi kelancaran dan terpenuhinya poin-poin diatas. Apabila salah memilih pasangan, maka akan mendatangkan murka dan kemarahan Allah yang mana akan membuat manusia itu sendiri sengsara dunia dan akhirat.
 Kehamilan Salah satu tujuan berumah tangga adalah untuk mendapatkan keturunan, oleh karena itu biasanya pasangan suami istri yang baru menikah mereka mendambakan kehadiran seorang anak. Sebagai tanda seorang istri akan memiliki seorang anak adalah melalui proses kehamilan selama lebih kurang 9 bulan. Kemudian setelah terjadi masa konsepsi, proses pendidikan sudah bisa dimulai. Walapun dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan sistem inderct educatioan, tetapi setahap demi setahap proses pendidikan sudah bisa berjalan.
Menurut Imam Bawani dalam bukunya yang berjudul Ilmu Jiwa Perkembangan Dalam Konteks Pendidikan Islam mengatakan bahwa masa kehamilan itu mempunyai beberapa tahapan proses. Pertama; tahap nuthfah. Tahap ini calon anak masih berbentuk tahap ‘alaqah. Setelah berumur 80 hari, nuthfah berkembang bagaikan segumpal darah kental dan bergantung pada dinding rahim ibu. Ketiga yaitu tahap mudghah. Sesudah kira-kira berusia 120 hari, segumpal darah tadi berkembang menjadi segumpal daging. Pada saat itulah si janin sudah siap menerima hembusan ruh dari Malaikat utusan Allah.
Seperti sudah kita ketahui bersama bahwa pendidikan yang dilakukan ketika masa kehamilan adalah pendidikan tidak langsung (indirec education). Adapun prosesnya adalah:
a.       Seorang ibu yang telah hamil harus mendo’akan anaknya. Anak pranatal haruslah senantiasa didoakan oleh ibunya, karena setiap muslim meyakini bahwa hakikatnya Allahlah yang menciptakan anak tersebut sedangkan orang tua hanyalah sebatas yang diditipkan olehNya.
b.      Seorang Ibu harus senantiasa memakan makanan yang halal dan baik. Karena setiap yang dimakan oleh si Ibu, secara otomatis akan berpengaruh terhadap perkembangan si anak. Selanjutnya, jika ia bermaksud agar anaknya yang pranatal lahir dan dewasa, maka ia harus menjaga benar-benar agar makanan dan minuman yang diberikan kepada anaknya itu haruslah baik dan halal. Makanan dan minuman yang halal tersebut diberinya kepada anak pranatal tentu saja melalui ibu yang mengandungnya. Firman Allah swt: Artinya “makanlah rezeki yang diberikan Allah kepadamu yang halal dan yang baik”. (QS. Al-Maidah: 88)
c.       Ikhlas mendidik anak. Setiap orang tua haruslah ikhlas dalam mendidik anak pranatal. Yang dimaksud dengan ikhlas adalah bahwa segala amal perbuatan dan usaha terutama upaya mendidik anak pranatal, dilakukan dengan niat karena Allah semata, mendekatkan diri kepada Allah, dan ketaatan pada Nya, tidak dengan niat mendaptkan pamrih atau balas jasa dari anaknya kelak. Dengan kata lain, mendidik anak pranatal harus diniatkan beribadah, memperhambakan diri kepada Allah swt, serta memelihara amanah Allah swt.
d.      Suami harus memenuhi kebutuhan istri yang sedang mengandung, terutama pada masa-masa awal umur kandunganya. Pada masa itu istri didatangi oleh keinginan-keinginan aneh yang kadang-kadang muncul secara tiba-tiba. Suami yang tidak mengerti akan hal itu mungkin sekali kaget salah paham ketika mendapati istrinya sekonyong-konyong berubah.

    
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.         Pendidikan pranatal adalah pendidikan anak sebelum dilahirkan atau pendidikan yang dimulai sejak anak masih dalam kandungan.
2.         Periode Pranatal merupakan periode pertama dalam rentang kehidupan manusia dan merupakan periode paling singkat dari seluruh periode perkembangan manusia. Namun dalam banyak hal merupakan periode yang sangat penting dalam keseluruhan tahap perkembangan, karena memberi dasar bagi perkembangan selanjutnya.
3.         Beberapa penelitian yang dilakukan oleh pada ilmuan dalam bidang perkembangan pralahir menunjukkan bahwa selama berada dalam rahim, anak dapat belajar, merasa dan mengetahui perbedaan antara gelap dan terang. Pada saat kandungan itu telah berusia lima bulan, setara dengan 20 minggu, kemampuan anak dalam kandungan untuk merasakan stimulus telah berkembang dengan cukup baik sehingga proses pendidikan dan belajar dapat dimulai atau dilakukan.
4.         Islam memperkuat pandangan perlunya pendidikan pranatal. Tidak hanya itu, pendidikan pranatal menurut Islam harus dimulai dari sejak sebelum terciptanya janin. Yakni, bahwa (a) penciptaan janin harus berasal dari pasangan yang sah. Bukan hubungan perzinahan. (b) dalam melakukan hubungan biologis, hendaknya dimulai dengan doa, setidaknya dengan membaca basmallah; (c) setelah terjadinya proses nuthfah (sperma), berlanjut menjadi ‘alaqah dan kemudian mudghah (segumpal daging) maka dimulailah kehidupan seorang anak dalam rahim. Dari tahap ini, ada beberapa hal yang harus dilakukan sang ibu, sebagai guru pertama seorang anak, untuk mendidik anak yang masih dalam kandungan.





DAFTAR PUSTAKA

1.         Ubes Nur Islam, Mendidik Anak dalam Kandungan, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003).

2.         F. Rene Van de Carr, Marc Lehrer, While You Are Expecting… (trj.) Cara Baru Mendidik Anak Sejak dalam Kandungan, (Jakarta: Mizan Publika, 2008).

3.         Anik Pamilu, Mendidik Anak Sejak dalam Kandunga, (Jakarta: Citra Media, 2006)

4.         A. Fatih Syuhud, Pendidikan bagi Anak Pranatal/ Pralahir atau Dalam Kandungan, http://openlibrary.org/books/OL6857127M/, diakses, hari Ahad, 02 Oktober 2011, pukul: 11.00


5.         Dr. Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), (Bandung: Mandar Maju, Cet., ke 6, 2007)

6.         MANU Putera, Psikologi Pendidikan Anak dalam Perspektif Ibn Qayyim Al Jauziyah, http://manu.buntetpesantren.org/, diakses, Hari Ahad, 09/10/2011, pukul 12.00










[1] A. Fatih Syuhud, Pendidikan bagi Angak Pranatal/ Pralahir atau Dalam Kandungan, http://openlibrary.org/books/OL6857127M/, diakses, hari Ahad, 02 Oktober 2011, pukul: 11.00
[2] http://kuliahpsikologi.dekrizky.com/search, Pranatal, diakses, hari Ahad, 02 Oktober 2011, pukul: 11.00
[3] Ubes Nur Islam, Mendidik Anak dalam Kandungan, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), h. 2

[4] F. Rene Van de Carr, Marc Lehrer, While You Are Expecting… (trj.) Cara Baru Mendidik Anak Sejak dalam Kandungan, (Jakarta: Mizan Publika, 2008), h. 23

[5] Ibid., h. 24

[6] A. Fatih Syuhud, Pendidikan Islam bagi anak Pranatal / Pralahir atau Dalam Kandungan, http://afatih.wordpress.com, diakses, Hari Ahad, 09/10/2011, pukul 12.00

[7] MANU Putera, Psikologi Pendidikan Anak dalam Perspektif Ibn Qayyim Al Jauziyah, http://manu.buntetpesantren.org/, diakses, Hari Ahad, 09/10/2011, pukul 12.00


2 komentar:

  1. https://ojs.uniska-bjm.ac.id/index.php/jurnalmuallimuna/article/view/743

    BalasHapus
  2. http://ejournal.iain-tulungagung.ac.id/index.php/taalum/article/view/755

    BalasHapus