Minggu, 03 Februari 2019

Fenomena Ziarah



Ziarah kubur adalah bagian terpenting dalam tradisi keberagamaan kaum santri, baik ketika masih berada di pesantren maupun ketika sudah berada di luar pesantren. Secara bahasa ziarah berarti mengunjungi, dengan makna yang umum. Bila kita tambahkan kata dibelakangnya "ziarah kubur", berarti "mengunjungi kuburan". Lazimnya ziarah kubur berarti datang ke kubur orang yang telah meninggal dengan tujuan mendo'akan agar mendapat ampunan dan terhindar dari azab 'alam barzakh (alam kubur).

Kaum santri, paling tidak, membagi ziarah kepada dua bagian;  pertama kepada orang biasa, seperti teman, keluarga, atau orang tua yang telah meniggal dunia. Ziarah kepada teman atau keluarga biasanya bertujuan untuk mendoakan agar orang yang diziarahi mendapat ampunan dari Allah atas dosa-dosanya selama hidup di dunia. Demikian juga ziarah kepada kedua orang tua.

Kedua, ziarah kepada orang-orang shalih, ulama dan para wali. Bagi santri, ziarah kepada orang-orang ini tidaklah bertujuan untuk mendoakan agar diampuni dosa-dosa mereka. Bagi mereka para wali, orang shalih dan alim adalah orang-orang yang terpelihara dari dosa. Alih-alih mendoakan, malah justeru kita yang minta barokah kepada mereka agar diberikan petunjuk oleh Allah dalam mengarungi kehidupan.

Makam para wali dan orang-orang alim ini selalu ramai dikunjungi sepanjang waktu, yang sebagian besar terdiri dari kaum santri. Di sinilah mereka bermunajat, memohon kepada Allah agar dikabulkan hajat dan dimudahkan segala urusan. Bagi sebagian lagi, ziarah dijadikan sebagai sarana untuk bertafakur, merefleksi diri, serta melembutkan hati dengan mengingat mati.

Wisata Ziarah

Beberapa tahun belakangan terjadi penomena baru soal ziarah ini. Ziarah tidak melulu soal akhirat, sakral dan tidak ada hubungannya dengan keduniaan. Orang-orang menjadikan ziarah selain untuk berdoa juga sekaligus untuk bewisata. Penomena ini dikenal juga dengan wisata relijius. Selain beribadah dalam rangka berziarah kepada para wali --daerah Kalimantan, terutama Kalimantan Selatan, menyebutnya ziarah kepada para datu-- sekaligus juga dijadikan sebagai wahana untuk berekreasi. Bagi beberapa daerah ziarah kubur justeru dijadikan sebagai alternatif pengembangan tradisi yang bermanfaat secara sosial dan ekonomi.

Yang kita khawatirkan adalah bahwa akan terjadi pendangkalan (kehilangan) makna yang sesungguhnya dari ziarah itu sendiri. Orang bisa saja lupa bahwa tujuan berziarah adalah sebagai sarana untuk bertafakur, merefleksin diri, melembutkan hati dengan mengingat kepada kematian.

Karena itu beberapa tokoh berkelakar soal penomena ini. Kalau orang dari hulu sungai berziarah kepada para datu, nanti perjalanan terakhirnya ditutup berziarah kepada datu mall. (pelesetan dari sebuah tempat perbelanjaan terbesar di Kalimantan Selatan; Duta Mall). Jangan-jangan selama perjalanan ziarah itu orang berfikir yang utama adalah ke tempat perbelanjaannya, bukan ziarah kepada para wali dan datu tadi.

Demikian juga ketika ziarah ke pulau Jawa, orang-orang ziarah mulai dari Jawa Timur di Surabaya dengan perjalanan panjang berziarah kepada wali-wali, terutama sembilan wali. Nanti terakhirnya ditutup ziarah ke Tugu Monomen Nasional (Monas) di Jakarta dan tempat perbelanjaan Pasar Tanah Abang, misalnya.[]




Tidak ada komentar:

Posting Komentar