Minggu, 27 Mei 2018

CERITA LUCU PARA KIAI BERSAMA MOBIL BUTUT

KH. Saifuddin Zuhri menulis pengalaman lucunya bersama KH. Idham Chalid di buku otobiografinya yang berjudul Guruku Orang-Orang Dari Pesantren.
Suatu hari Idham Chalid datang ke parlemen dengan mobil merk “Human” berwarna hijau tua. Mobil ini adalah mubil bekas. Maklumlah waktu itu (sekitar tahun 1950-han) tidak semua orang punya mobil walaupun berstatus sebagai anggota parlemen. Kalaupun ada tentu saja itu adalah mobil bekas butut dan sudah sangat tue.
Idham Khalid berbisik kepada Saifuddin Zuhri bahwa ia membawa sebuah mobil, sambil menunjuk kearah mobil kecil yang terparkir di bawah pohon beringin di depan gedung parlemen.
“Dapat dari mana?” tanya Saifuddin Zuhri.
“Ada kiriman uang dari Kalimantan. Saya beli mobil seharga Rp. 18.000,” jawab Idham Chalid.
“Kok mahal banget?” tanggap Saifuddin Zuhri.
“Apa mahal! Lihat dulu barangnya, mesinnya masih tokcer!” jawab Idham Chalid.
Tiba-tiba Kiai Ilyas keluar dari sidang parlemen dengan Ahmad Achsien. Saifuddi Zuhri memberitahukan kepadanya bahwa Idham Chalid membawa mobil “baru”. Ia kepengen juga mencoba hendak menebeng sampai ke rumahnya. Adapun Ahmad Achsien sudah punya mobil sendiri, maka ia pulang dengan mobilnya.
Idham Chalid lalu duduk di kursi kemudi, ia hendak mengemudikan sendiri. Saifuddin Zuhri membatin “Kapan Idham Chalid belajar mengemudi?”. Saifuddin Zuhri-pun meyakinkan di dalam hati bahwa Idham Chalid sudah pandai mengemudi mobil, kemudian ia berdiam.
Mobil keluar dari halaman parlemen menuju arah jalan Pejambon. Jalannya mobil tidak lurus, tidak stabil. Pedal rem sering diinjak tiba-tiba, lalu tancap gas tak kepalang tanggung. Kiai Ilya melirik kepada Saifuddin Zuhri, dalam hati beliau barang kali mengatakan: “kok begini menyetirnya?” Tetapi Saifuddin Zuhri tidak membalas lirikannya. Ia Cuma diam saja. Sejak tadi ia membaca shalawat di dalam hati.
Mobil nyaris menyenggol pengendara sepeda di dekat Stasiun Gambir. Kiai Ilyas berteriak nyaring!
“Ya akhi, kalau ada orang jualan rokok di depan itu, berhenti sebentar!” seru Kiai Ilyas kepada Idham Chalid.
Di depan penjual rokok, Idham Chalid menghentikan mobilnya, agak keterusan. Kiai Ilyas turun dari mobil. Dikira ia akan membeli rokok, ternyata ia berjalan menuju trotoar.
“Mengapa? Hayo naiklah!” ajak Saifuddin kepada Kiai Ilyas.
“Terima kasih! Jalan kaki lebih aman!” Kiai Ilya terus mempercepat langkahnya menuju arah Prapatan.
“Penakut!” teriak Idham Chalid.
Saifuddin Zuhri yang mulanya duduk dibelakang pindah duduk di kursi samping Idham Chalid. Mesin kemudian dihidupkan kembali, mobil mulai jalan. Sepanjang jalan Saifuddin Zuhri membiarkan Idham Chalid mengemudikan mobilnya sekehendak hatinya. Ia diam saja, namun dihatinya memperbanyak membaca shalawat. Syukurlah, akhirnya mereka sampai juga ke tujuan dengan selamat, walaupun menurut Saifuddin Zuhri ia tidak begitu sehat. Kepalanya pening.


PUASA



Puasa bagi sebagian orang mungkin biasa-biasa saja, tidak ada yang banyak berbeda kecuali berubahnya waktu makan, yang biasanya siang hari menjadi malam hari. Tapi tidak demikian bagi mereka yang berprofesi sebagai pekerja kasar seperti petani, nelayan, tukang bangunan, kuli, sopir dan lain-lain. Berpuasa adalah ibadah yang sangat berat bagi mereka. Hanya orang-orang tertentu saja yang mampu melaksanakan ibadah puasa ketika mereka bekerja. Bagi mereka yang mampu berpuasa, itu adalah sebuah jihad yang luar biasa. Kita acungkan jempor buat mereka yang sanggup berpuasa pada keadaan yang tidak biasa itu.
Saya adalah anak seorang petani, kakek dan bahkan saudara saya sebagian berprofesi sebagai petani. Tidak mudah bagi petani berpuasa ketika bulan Ramadhan tiba. Saya pernah merasakan betapa beratnya bekerja di sawah ketika sedang puasa. Berjemur di tengah teriknya sinar matahari ditambah dengan tuntutan pekerjaan yang harus menggunakan tenaga ekstra, keringat terus menerus keluar, sehingga dehedrasi cepat sekali menyerang. Tidak beberapa lama kemudian tenaga makin melemah, tenggorokan kering dan terasa pekat, air liur terasa pahit. Siapakah yang sanggup berpuasa dengan keadaan seperti ini. Ya, hanya orang-orang yang tangguh saja, yang kuat imannya dan saya berkeyakian bagi mereka yang sanggup berpuasa dengan keadaan seperti itu adalah pahala yang sangat besar bagi mereka.
Ketika musim panen tiba, biasanya terjadi pada musim kemarau. Ketika musim panen bertepatan dengan bulan Ramadhan sungguh berat sekali berpuasa. Padi yang sudah menguning tidak dapat di tunda-tunda untuk di tuai. Mau tidak mau para petani harus turun ke sawah, kalau tidak, padinya akan menurun kualitasnya, atau malah dilalap api, karena biasanya di lahan gambut apabila kemarau tiba rentan sekali dengan kebakaran.


Salut buat para buruh tani, nelayan, buruh pabrik, kuli panggul, tukang bangunan, tukang ojek, abang becak dan lain-lain. Yang dalam kondisi dan keadaan berat yang mereka pikul masih kuat untuk berpuasa, walaupun dalam keadaan-keadaan tertentu mereka dibenarkan untuk tidak berpuasa. Mereka adalah para pejuang yang berjihad melawan hawa nafsu, mencari nafkah yang halal untuk keluarga dan berupaya bertahan di jalan-Nya.