Senin, 15 Januari 2018

KAMI, SUNGAI DAN HANDIL

KAMI, SUNGAI DAN HANDIL

Sungai, setidaknya dia telah menjadi urat nadi kehidupan manusia sejak berabad-abad lamanya. Sebelum alat tranfortasi darat mendominasi, sungai mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Sungailah yang menghubungkan antara satu daerah ke daerah lainnya. Ini wajar saja karena hampir 60 % wilayah di Indonesia dikelilingi oleh air.

Kalau melihat sejarah perekembangan masyarat di beberapa daerah, terutama di daerah Kalimantan dan Sumatera, pemukiman masyarakat awal-awal di bangun di sekitar pesisir sungai. Sungai merupakan sumbar penghidupan, karena sungai selain digunakan sebagai tempat pemenuhan keperluan sehari-hari juga berfungsi sebagai jalan untuk menghubungkan antar satu daerah-dengan daerah lainnya, bahkan dijadikan sebagai sumber penghasilan.

Deminian pula bagi kami yang hidup di pesisir, sungai adalah urat nadi kehidupan. Ia berfungsi sebagai jalan yang menghubungkan antara satu kampung ke kampung yang lain, antara satu desa ke desa yang lainya, bahkan antar daerah, terhubung melalui sungai.

Di sisi kanan kiri sungai bermuara ratusan anak-anak sungai, kami menyebutnya handil. Air mengalir dari anak-anak sungai menuju sungai yang lebih besar yang bermuara di laut. Tetapi tidak selamanya begitu, terkadang air juga datang dari laut memenuhi sungai dan sampai ke anak-anak sungai. Peristiwa pertama kami sebut dengan pasang, sedangkan peristiwa kedua kami menyebutnya pandit (surut).

Pada waktu-waktu tertentu, jika pasang tiba, terkadang air menghilangkan sebagian daratan dan memenuhi sebagian rumah-rumah penduduk di pesisir sungai. Warga sudah mafhum dengan dengan beristiwa ini, sebagian warga membangun rumah dengan meninggikannya supaya air tidak lagi naik ketika pasang tiba. Tonggak-tonggak yang digunakan untuk meninggikan rumah ini terbuat dari kayu ulin (kayu besi) yang memang terkenal kuat dan tidak mudah lapuk.

Di tepian sungai, rumah-rumah warga dibagun di bahu-bahu kanan kiri sungai, separu dari rumah masuk ke sungai, bahkan lama kelamaan rumah warga sudah benar-benar sepenuhnya berada di sungai karena tepian-tepian sungai tergerus oleh air. Kecuali rumah-rumah warga yang berada di tepian anak-anak sungai (handil), rumah-rumah warga dibangun lebih kedaratan.

Handil ibarat gang-gang di kota-kota besar. Kalau di kota, gang diberi nama dengan nama-nama tertentu, begitu juga handil. Seperti Handil Asam, Handil Nyiur, Handil Batu, Handil Semangat dan lain-lain, layaknya nama-nama gang-gang atau jalan kecil yang ada di kota.

Di pinggiran sungai yang tidak ada pemukiman tumbuh subur pohon Rambai Padi (sejenis mangruf). Pohon inilah yang berfungsi sebagai pagar hidup untuk mengurangi abrasi tepian sungai. Akar-akarnya yang kuat menghunjam ke tanah dan ujungnya yang muncul kepermukaan meruncing seperti sudah didesain Sang Pencipta untuk menahan tepian sungai dari longsor.

Kuncup bunganya apabila telah mekar berbentuk seperti bintang, tetap menempel sampai buahnya matang.  Apabila buahnya telah matang dan jatuh dibawa oleh arus air sungai, akan mudah tersangkut di tepian sungai. Kemudian buah yang tersangkut itu membusuk dan bijinya yang ratusan itu tersebar kemana-mana, kemudian tumbuh membentuk tunas-tunas baru. Ternyata begitulah cara alam melestarikan lingkungannya.

Kami anak-anak pesisir sering memanjat pohon-pohon ini,  mencari cabang yang menjulur ke sungai kemudian melompat ke dalam air sambil menyelam dalam-dalam kemudian muncul di bawah pohonnya untuk naik kembali dan terjun, berulang-ulang sampai kami puas. Sesekali kami memetik buahnya yang sudah matang yang rasanya kecut sedikit manis untuk menganjal perut yang lapar.

Warga di pesisir menjadikan hampir seluruh aktivitas keseharian mereka di sungai. Mulai dari aktivitas MCK sampai keperluan air minum hingga memasak pun terkadang diambil dari  sungai. Tidak mudah merubah kebiasaan ini.  Mereka sudah terbiasa sejak lama, bahkan turun temurun. Walaupun ada himbawan dari pemerintah agar merubah kebiasaan ini, terutama masalah sanitasi.

Seiring berjalannya waktu, saat ini sungai tidak lagi sepenting dulu. Mobilitas masyarakat tidak lagi sepenuhnya di sungai. Daratan sudah menjadi tanah harapan baru. Jalan-jalan sudah dibangun lengkap dengan jembatan-jembatannya yang gagah dan kokoh melintasi sungai. Namun terkadang jembatan dibangun terlalu rendah hingga menyulitkan aktivitas di sangai, dan menambah sulitnya warga yang masih setia dengan angkutan sungai yang kini telah mulai ditinggalkan.

Pergeseran pola hidup masyarakat dari orientasi sungai ke daratan menyebabkan sungai tidak lagi sepenting dahulu. Jika dahulunya perumahan penduduk menghadap ke arah sungai, sekarang berubah menjadi 'memantatin' sungai. Hal ini terjadi karena fungsi rumah bukan hanya sebagai tempat tinggal tetapi dijadikan sebagai tempat usaha, seperti warung atau toko yang berada pada bagian rumah yang menghadap ke jalan.


Ketidakramahan masyarakat terhadap sungai dan handil saat ini telihat dari banyaknya sungai yang sudah hampir mati dan bahkan beberapa handil diperkotaan telah hilang dan berubah menjadi pemukiman. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar