Senin, 25 Desember 2017

Kebiasaan "MAMADAR" Anak Pondokan.



Kebiasaan MAMADAR Anak Pondokan.

Ketika di pesantren salah satu kebiasaan yang ditentang keras dilakukan oleh santri adalah tidur setelah sholat Subuh. Konon mereka yang terbiasa tidur setelah sholat Subuh akan mewarisi kefakiran (hidup miskin). Namun, sekalipun kebiasaan itu “terlarang” dilakukan, tetapi ada saja santri yang melakukannya. Ada berbagai macam alasan tentunya yang menyebabkan mereka tidur setelah sholat Subuh walapun mereka tahu, apa yang dilakukan itu “terlarang”.

Tidur setelah sholat Subuh di kalangan santri Kalimantan, Kalimantan Selatan khususnya disebut dengan Mamadar (mematangkan nasi yang setengah matang) biasanya dilakukan dengan mengecilkan api di tungku agar nasi tidak hangus. Dipinjam kata Mamadar adalah untuk  menyebut tidur setelah sholat Subuh, mungkin saja karena sesuai dengan kehidupan santri dengan kesibukannya belajar selama 24 jam di pesantren. Kesibukan ini menguras tenaga dan pikiran mereka, mulai dari pangi, siang, hingga malam, dan tidak jarang hingga larut malam. Karena berjaga pada malam hari hingga larut malam, maka sebagian santri menjadi berkurang porsi tidurnya, dan untuk melengkapi kekurangan itu terpaksa sebagian mereka menambalnya dengan melakukan tidur setelah sholat Subuh (Mamadar). Supaya tidur yang tadinya masih setengah matang bisa betul-betul matang.

Nah, penomena ini ternyata kita dapati juga pada tokoh kaliber nasional asal Kalimantan Selatan, jebolan pesantren; Dr. Idham Chalid. Berikut akan saya tuliskan kembali  dari koran Tempo kolom Pokok & Tokoh terbitan lawas, 01 April 1978.

-------------
Suatu malam teman2 K.H. Dr. Idham Chalid mengadakan ramah tamah di rumahnya. Hadir antara lain Nuruddin Lubis, K.H. Syaifuddin Zuhri, Chalid Mawardi, Thayib M. Gobel, dan K.H. Masykur.

Acara berlansung dengan santai. Ketika satu-satu tamu Idham Chalid akan pulang, tiba2 tuan rumah bertanya: "Eh, siapa ya yang bisa ngajari saya main golf? Saya pengen main golf." Tidak jelas apakah Idham menemukan guru golf, tetapi niatnya mau main golf ini memang mempunyai cerita tersendiri, yang lucu.

Sekitar tahun 1970, Presiden Soeharto memberi hadiah empat tongkat golf kepada Idham Chalid. Idham yg mahir empat bahasa: Arab, Inggris, Jepang dan Belanda ini membaca buku tentang main golf. Dia juga telah membeli bola golf. Tapi kesempatan berlatih baginya tak kunjung tiba. Beberapa bulan kemudian malahan tongkat golfnya itu dijadikan alat untuk menggebuki kasur oleh pembantunya..

Dan Idham memang mempunyai alasan sendiri, mengapa dia hingga kini belum juga latihan golf. "Habis, main golf itu kan sore, waktu sembahyang Ashar," ujar Idham menangkis. "Kan bisa pagi Pak, sesudah subuh," sela seorang tamu. Idham menjawab cepat: "Wah, sesudah subuh, biasanya saya kembali tidur."..

Demikian, huduuup santri..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar