Jumat, 11 Agustus 2017

PESAN-PESAN PENDIDIKAN DALAM AL QUR'AN (Studi Tematik Surat Luqman Ayat 12-19)


Oleh: Muhamad Ramli, M.Pd.[1]

ABSTRAK

Al Qur’an adalah kitab suci umat  Islam yang di dalamnya terkandung berbagai macam ilmu pengetahuan. Seluruh isi Al Qur’an mengandung nilai-nilai pendidikan bagi manusia bila dikaji terus menerus.Untuk itu manusia harus terus menerus mempelajari, mengkaji walaupun sampai akhir hayat untuk mendapatkan hal-hal yang baru untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Berangkat dari sinilah penulis mencoba untuk meneliti surat Luqman Ayat 12 sampai dengan 19.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji nilai-nilai pendidikan, bentuk-bentuk pengajaran dan hal lainnya yang berhubungan dengan wawasan kependidikan yang diajarkan oleh Luqmanul Hakim kepada anaknya. Penelitian ini berbentuk library research, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan menelaah sejumlah data melalui bahan-bahan perpustakaan. Disamping itu penelitian ini bersifat tematik, yaitu kajian yang membahas ayat-ayat Al Qur’an berdasarkan dengan tema yang telah ditentukan.Dalam hal ini adalah tentang pesan-pesan pendidikan. Adapun proses pengumpulan, pengolahan, dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan formulasi dari metode konvensional atau dengan tafsirul maudhuiy.Selanjutnya setelah data terkumpul, lalu dideskrifsikan dengan pendekatan deduktif guna berupaya menemukan wawasan, atau nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam Surat Luqman Ayat 12 sampai 19.
Dari kajian yang telah dilakukan, dapat diketahui tentang pengajaran Luqman pada ayat 12 sampai 19 sebagai berikut: Pertama, pendidikan Akidah, yaitu kepada anak diajarkan supaya jangan berlaku syirik terhadap Allah Swt. Keduan, pendidikan ibadah, yaitu kepada anak supaya mengerjakan sholat. Ketiga, pendidikan akhlak dalam keluarga, yaitu kepada anak diajarkan supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya, terutama kepada ibunya yang begitu berjasa kepadanya.Keempat, pendidikan akhlak dalam lingkungan sosial, yaitu kepada anak diajarkan supaya berbuat baik kepada sesama,dengan menyeru kepada kebaikan dan melarang berbuat kemunkaran.Kelima, pendidikan kepribadian dan sikap hidup, yaitu kepada anak diajarkan supaya bersikap rendah hati, tidak sombong, baik itu ketika berbicara, berjalan dan sebagainya.
Dalam penyampaiannya, supaya betul-betul menyentuh hati anak, Luqman menggunakan metode antara lain: Metode uswatun hasanah (keteladanan), metode mau’izhah (nasehat) dan metode pembiasaan.

Kata kunci: Pendidikan, Al Qur’an, Luqmanul Hakim, Studi Tematik.

A.    PENDAHULUAN
         Al Qur’an adalah kitab suci umat  Islam yang di dalamnya terkandung berbagai macam ilmu pengetahuan. Seluruh isi Al Qur’an mengandung nilai-nilai pendidikan bagi manusia bila dikaji terus menerus.Untuk itu manusia harus terus menerus mempelajari, mengkaji walaupun sampai akhir hayat untuk mendapatkan hal-hal yang baru untuk perkembangan ilmu pengetahuan.Sehingga Al Qur’an harus dijadikan sebagai pedoman dasar dalam setiap aktivitas umat Islam serta menjadi acuanbagi pelaksanaan pendidikan.
Di antara ajaran Al Qur’an yang perlu untuk dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendidikan adalah konsep pendidikan yang diterapkan oleh Luqmanul Hakim.Luqman adalah seorang hamba Allah yang sangat saleh dan bijaksana.Secara dramatis Al Qur’an (Allah) memberikan tempat yang khusus terhadap nasehat-nasehat Luqman ini.Tidak hanya itu, bahkan sebuah surah dalam Al Qur’an dinamakan dengan namanya yaitu surah Luqman.
Dinamakan sebagai surat Luqman karena didalamnya memuat tentang nasehat-nasehat Luqman kepada anaknya, nasehat itu tertuang pada ayat 13 sampai dengan 19. Luqman adalah seorang hamba Allah yang sangat bijaksana sehingga ia diberi gelar al-Hakim. Allah memberikan kepadanya hikmah yaitu pengetahuan tentang ma’rifat kepada Allah dan mengenal sifat-sifatnya.Kelebihan ini Luqman peroleh karena ia selalu bersyukur dan memuji kepada Allah atas apa yang telah diberikan kepadanya.
Disamping itu Luqman salalu mencintai kebaikan untuk manusia dan selalu mengarahkan semua anggota tubuhnya sesuai dengan bakat yang telah diberikan kepadanya. Dengan kelebihan yang diberikan itu ia mampu menselaraskan antara perbuatan dan pengetahuan yang diberikan kepadanya. Ar-Razi mengatakan sebagaimana dikutif oleh Hamka “Bahwa hikmah itu ialah kesesuaian antara perbuatan dan pengetahuan”.[2]
         Surat Luqman ini merupakan salah satu contoh dari metode Al Qur’an  dalam berdialog dengan hati manusia. Dalam surat ini diperingatkan terlebih dahulu siapa yang mendapat petunjuk dan siapa yang tersesat jalan. Ia membahas tentang keadaan orang musyrik yang menyimpang dari akidah. Lalu disebutkanlah tentang kekuasaan dan ke Maha Besaran Allah sebagai Pencipta langit dan bumi.Dia lah yang mengatur keduannya sehingga terjadi keterpaduan antara keduannya dengan harmonis.[3]
Allah memberikan hikmah kepada Luqman, dengan kelebihan itu ia sanggup mengerjakan suatu amal dengan tuntunan ilmunya sendiri hingga akhirnya ia berada pada puncak hikmah tertinggi. Luqman mempunyai pengalaman, baik itu pengalaman yang didapat dengan berlalunya masa ataupun yang didapat melalui belajar (berguru) hingga baginya seluruh dimensi kehidupan ini adalah hikmah.
Akhirnya Allah menuturkan melalui kitab suci-Nya kata-kata yang keluar dari hamba-Nya yang diberi-Nya hikmah ini beberapa ayat dalam surat Luqman. Beberapa ayat itu adalah wasiat Luqman kepada anaknya.Wasiat Luqman itu berupa pencelaan kepada hal-hal yang membawa kesyirikan, memerintahkan untuk memperindah budi pekerti (akhlak) dan mencegah dari perbuatan kotor, tidak pantas dan merusak, serta hal-hal lain yang penting untuk dijadikan sebagai sandaran dalam pendidikan.
         Cara ini yang ditempuh oleh Al Qur’an  untuk menggugah hati manusia, dengan metode yang bermacam-macam dan dari sudut pandang yang berbeda-beda. Dengan demikian ia dapat mencapai hati manusia dari segala penjuru. Ia masuk melalui relung-relung terdalam, hingga dapat menyentuh hati manusia.[4]
Berdasarkan uraian di atas penulis terinspirasi dan berusaha untuk mengkaji nilai-nilai pendidikan yang diajarkan oleh Luqman yang terdapat pada surah Luqman ayat 12 sampai dengan 19 dengan judul: “Pesan-Pesan Pendidikan dalam Al Qur’an; Studi Tematik Surah Luqman Ayat 12 – 19”.




B.     SURAH LUQMAN AYAT 12 SAMPAI 19
ôs)s9ur$oY÷s?#uäz`»yJø)ä9spyJõ3Ïtø:$#Èbr&öä3ô©$#¬!4`tBuröà6ô±tƒ$yJ¯RÎ*sùãä3ô±o¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9(`tBurtxÿx.¨bÎ*sù©!$#;ÓÍ_xîÓÏJymÇÊËÈøŒÎ)urtA$s%ß`»yJø)ä9¾ÏmÏZö/ewuqèdur¼çmÝàÏètƒ¢Óo_ç6»tƒŸwõ8ÎŽô³è@«!$$Î/(žcÎ)x8÷ŽÅe³9$#íOù=Ýàs9ÒOŠÏàtãÇÊÌÈ$uZøŠ¢¹ururz`»|¡SM}$#Ïm÷ƒyÏ9ºuqÎ/çm÷Fn=uHxq¼çmBé&$·Z÷dur4n?tã9`÷dur¼çmè=»|ÁÏùurÎûÈû÷ütB%tæÈbr&öà6ô©$#Í<y7÷ƒyÏ9ºuqÎ9ur¥n<Î)玍ÅÁyJø9$#ÇÊÍÈbÎ)urš#yyg»y_#n?tãbr&šÍô±è@Î1$tB}§øŠs9y7s9¾ÏmÎ/ÖNù=ÏæŸxsù$yJßg÷èÏÜè?($yJßgö6Ïm$|¹urÎû$u÷R9$#$]ùrã÷ètB(ôìÎ7¨?$#urŸ@Î6yô`tBz>$tRr&¥n<Î)4¢OèO¥n<Î)öNä3ãèÅ_ötBNà6ã¥Îm;tRé'sù$yJÎ/óOçFZä.tbqè=yJ÷ès?ÇÊÎÈ¢Óo_ç6»tƒ!$pk¨XÎ)bÎ)à7s?tA$s)÷WÏB7p¬6ymô`ÏiB5AyŠöyz`ä3tFsùÎû>ot÷|¹÷rr&ÎûÏNºuq»yJ¡¡9$#÷rr&ÎûÇÚöF{$#ÏNù'tƒ$pkÍ5ª!$#4¨bÎ)©!$#ì#ÏÜs9׎Î7yzÇÊÏÈ¢Óo_ç6»tƒÉOÏ%r&no4qn=¢Á9$#öãBù&urÅ$rã÷èyJø9$$Î/tm÷R$#urÇ`tã̍s3ZßJø9$#÷ŽÉ9ô¹$#ur4n?tã!$tBy7t/$|¹r&(¨bÎ)y7Ï9ºsŒô`ÏBÇP÷tãÍqãBW{$#ÇÊÐÈŸwuröÏiè|Áè?š£s{Ĩ$¨Z=Ï9ŸwurÄ·ôJs?ÎûÇÚöF{$#$·mttB(¨bÎ)©!$#Ÿw=Ïtä¨@ä.5A$tFøƒèC9qãsùÇÊÑÈ



C.    PESAN-PESAN PENDIDIKAN DALAM SURAT LUQMAN AYAT 12-19
Masalah pendidikan tidak luput dari sorotan al-Qur’an.Al-Qur’an lewat riwayat tentang Luqmanul Hakim, memberikan garis-garis besar pendidikan yang diperlukan oleh pendidik.Garis-garis besar pendidikan ini berfungsi sebagai pedoman bagi pendidik agar generasi penerus mereka tidak tersesat jalan dan melenceng arah.[5]
Riwayat tentang Luqmanul Hakim tersebut terdapat dalam surat Luqman ayat 12 sampai dengan 19 yang berisi tentang nasehat-nasehat Luqman kepada anaknya. Nasehat-nasehat tersebut merupakan dasar-dasar pendidikan Islam yang berfungsi sebagai garis-garis pendidikan.
Adapun dasar-dasar pendidikan dimaksud bila diklasifikasikan adalah sebagai berikut:x
1.        Pendidikan Akidah
Al-Qur’an mengatakan bahwa kemusyrikan merupakan dosa yang paling besar yang dilakukan oleh manusia. Karena dalam kemusyrikan itu terkandung menzaliman terhadap hakikat, pamalsuan fakta, dan penurunan harkat dan martabat manusia dari apa yang dikehendaki Allah, yaitu sebagai khalifah di muka bumi. Kalau manusia mampu memegang amanah ini, maka mereka akan lebih mulia dari makhluk lain ciptaan Allah. Namun, bila mereka lalai dan inkar serta berbuat zalim dengan mensekutukan Allah, maka manusia akan terjatuh kedalam serendah-rendah martabat.[6]
Dengan alasan inilah Luqman memberikan kepada anaknya pendidikan akidah sejak dini.Pendidikan akidah ini dipaparkan oleh Luqman dalam bentuk pelarangan berbuat syirik (mensekutukan) Allah. Larangan berbuat syirik itu teradapat dalam surat Luqman ayat 13 sebagai berikut:
øŒÎ)urtA$s%ß`»yJø)ä9¾ÏmÏZö/ewuqèdur¼çmÝàÏètƒ¢Óo_ç6»tƒŸwõ8ÎŽô³è@«!$$Î/(žcÎ)x8÷ŽÅe³9$#íOù=Ýàs9ÒOŠÏàtãÇÊÌÈ
Artinya:
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (Q.S. Luqman: 13).

Luqman menjelaskan kepada anaknya bahwa syirik adalah kezaliman yang sangat besar.Sifat-sifat syirik ini dinamakan dengan perbuatan zalim, karena pengertian zalim itu sendiri adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya.Karena itulah syirik disepadankan dengan perbuatan zalim, yaitu perbuatan yang salah yang bukan pada tempatnya, menyamakan kedudukan Tuhan dengan kedudukan makhluk.[7]
Al-Qur’an menjelaskan bahwa syirik sebagai dosa besar yang membuat manusia tersesat jauh dari jalan yang benar dan akan membawa pelakunya kedalam azab Allah yang pedih. Begitu besarnya dosa yang disebabkan oleh perbuatan syirik ini sehingga ia digolongkan sebagai dosa yang tidak terampuni sebagaimana firman Allah berikut:
¨bÎ)©!$#ŸwãÏÿøótƒbr&x8uŽô³ç¾ÏmÎ/ãÏÿøótƒur$tBtbrߊy7Ï9ºsŒ`yJÏ9âä!$t±o4`tBurõ8ÎŽô³ç«!$$Î/Ïs)sù#uŽtIøù$#
$¸JøOÎ)$¸JŠÏàtãÇÍÑÈ

Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (Q.S. an-Nisa: 48)
Ada banyak ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan bahwa perbuatan syirik adalah sebagai dosa besar, sebagai dosa yang tidak terampuni, misalnya terdapat pada QS. An Nisa : 116, QS. Al Maidah : 72.
Maka Allah melarang terhadap perbuatan syirik sebagaiman terdapat pada Surat Al ‘An’am : 14, Surat Al ‘An’am : 151, surat Al ‘Araf : 33, surat Yunus : 105,  surat Al Qashash : 88, Surat An Nahl : 74, surat Ar Rum : 31 dan surat Al Hajj : 26.
Beberapa ayat di atas menegaskan tentang larangan berbuat syirik, karena yang demikian itu merupakan penyimpangan terhadap akidah. Segala sesuatu pasti akan binasa; harta, kemegahan, kekuasaan, kekuatan, kehidupan dan kenikmatan, semuanya pasti akan berakhir. Bumi dan semua isinya akan binasa, termasuk manusia, tidak ada yang kekal, hanya Allah. Oleh karena itu hanya Dialah yang berhak disembah, karena Dia yang mengatur segalanya, Dia yang menentukan segalanya yang dikekendaki-Nya.
2.        Pendidikan Ibadah
Setelah menetapkan akidah anak, yaitu setelah ia beriman kepada Allah dan meyakini bahwa tidak ada sekutu bagi Allah hingga semua itu sudah tertanam kuat didalam diri anak maka, langkah selanjutnya adalah anak diajarkan bagaiman cara membuktikan penghambaannya itu dengan wujut nyata. Untuk itu diperintahkanlah kepada anak untuk melakukan ibadah kepada Allah sebagai bukti wujud kecintaan dan penghambaannya.Untuk itu hal yang kedua diajarkan kepada anak adalah mengerjakan sholat.
Perintah sholat ini terdapat dalam surat Luqman ayat 17 sebagai berikut:
¢Óo_ç6»tƒÉOÏ%r&no4qn=¢Á9$#……..ÍÇÊÐÈ

“Hai anakku, dirikanlah shalat”….(Q.S. Luqman: 17)

Di dalam sholat terkandung berbagai macam ibadah seperti takbir, tasbih, berdiri dihadapan Allah, ruku’ dan sujud dengan segenap kerendahan hati serta pengagungan terhadap-Nya.Prilaku di dalam sholat ini terdapat ucapan dan perbuatan yang menjadi simbol sebagai bentuk pelarangan terhadap perbuatan zhalim -sebagaiman telah dibahas di atas- yang amat dekat sekali dengan perbuatan syirik.[8]Karena itulah sholat adalah merupakan pilar kedua yang harus diajarkan kepada anak didik setelah mempunyai keteguhan keyakinan bahwa tuhannya adalah Allah yang tiada sekutu bagi-Nya.
Berikut beberapa ayat Al-Qur’an yang memerintahkan kepada manusia untuk mengerjakan sholat:
(#qßJŠÏ%r&ur….no4qn=¢Á9$#(……ÇÐÐÈ
“ …Dan diirikanlah sembahyang”…. (Q.S. an-Nisa: 77)

Al-Qur’an menjelaskan bahwa sholat berfungsi sebagai: pertama, sebagai pencegah bagi manusia dari perbuatan keji dan munkar, sebagaiman dalam surat al-Ankabut ayat 45 “Dan dirikanlah sholat, sesungguhnya sholat itu mencegah daripada perbuatan keji dan munkar. Kadua, sebagai sarana untuk mengikat Allah, sebagaimana dijelaskan dalam surat Thaha ayat 14 “Dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku (Allah)”. Ketiga, sebagai sarana untuk bermohon kepada Allah, sebagaimana terdapat surat al-Baqarah ayat 45 dan153 “Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu” dan “Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sholat dan sabar sebagai penolongmu”. Keempat,sebagai pembeda antara orang muslim dengan yang lainnya. Sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh imam Muslim “Sesungguhnya ikatan (pembeda) antara kita dengan mereka (orang-orang musyrik) adalah sholat, maka barang siapa meninggalkannya, maka telah kafirlah ia”.
Mengerjakan sholat dengan khusyu adalah mengerjakannya menurut aturan yang telah diperintahkan, yaitu dengan memenuhi rukun dan syaratnya.  Dengan demikian akan terciptalah konsentrasi penuh untuk mengingat Allah dan berdo’a kepada-Nya. Dengan do’a yang tulus dan bersih tanpa mencampuri dengan syirik dan tidak menghadapkan diri kepada selain Allah.Karena esensi dari sholat adalah do’a kepada Allah.
3.        Pendidikan Akhlak dalam Keluarga
Setelah tauhid dalam konteks ketaatan dalam sistem ajaran Islam yang menyeluruh barangkali tidak ada perkara yang sedemikian penting seperti hubungan anak dengan orang tua.Hubungan yang dimaksud adalah hubungan dalam bentuk perbuatan baik dari pihak anak kepada ayah ibunya.
Karena itu sejak dini harus diajarkan kepada anak tentang tata cara berbuat baik kepada ibu dan ayah. Menurut Sayyid Quthb bahwa penanaman moral (akhlak) di dalam keluarga haruslah didasari oleh perasaan kasih saying dan kelembutan.Namun menurut beliau ikatan akidah masih harus dikedepankan dari pada ikatan kasih saying yang didasari oleh ikatan darah.[9]
Tentang bentuk ketaatan dan kepatuhan kepada kedua ibu bapak itu terdapat dalam surat Luqman ayat 14 sebagai berikut:
$uZøŠ¢¹ururz`»|¡SM}$#Ïm÷ƒyÏ9ºuqÎ/çm÷Fn=uHxq¼çmBé&$·Z÷dur4n?tã9`÷dur¼çmè=»|ÁÏùurÎûÈû÷ütB%tæÈbr&öà6ô©$#Í<y7÷ƒyÏ9ºuqÎ9ur¥n<Î)玍ÅÁyJø9$#ÇÊÍÈ
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.(Q.S. Luqman: 14)
Dalam surat Luqman ayat 14 ini disebutkan bahwa pendidikan akhlak dalam keluarga adalah bahwa, kepada anak ditanamkan budi pekerti bagaimana berbuat baik kepada kedua orang tua, terutama kepada ibu yang mengandung dengan kepayahan yang bersangatan.
Jika ditelisik lebih jauh petunjuk al-Qur’an tentang perintah bakti kepada kedua orang tua, betapa berbakti kepada keduanya sangatlah diwajibkan dan digolongkan sebagai ibadah yang disandingkan dengan beribadah kepada Allah.Walaupun al-Qur’an begitu mementingkan hubungan tersebut, tetapi bukan pada kewajiban mentaati mereka secara mutlak. Mengenai kedudukan bakti kepada ibu bapak ini surat Luqman ayat berikutnya menjelaskan:
bÎ)urš#yyg»y_#n?tãbr&šÍô±è@Î1$tB}§øŠs9y7s9¾ÏmÎ/ÖNù=ÏæŸxsù$yJßg÷èÏÜè?($yJßgö6Ïm$|¹urÎû$u÷R9$#$]ùrã÷ètB(ôìÎ7¨?$#urŸ@Î6yô`tBz>$tRr&¥n<Î)4¢OèO¥n<Î)öNä3ãèÅ_ötBNà6ã¥Îm;tRé'sù$yJÎ/óOçFZä.tbqè=yJ÷ès?ÇÊÎÈ
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Q.S. Luqman: 15)
Begitulah al-Qur’an menjelaskan tentang bentuk dan kedudukan taat dan bakti kepada kedua orang tua.Walaupun ikatan kedua orang tua dan anak dilandasi oleh ikatan darah yang di dalamnya ada kasih saying, tetapi bentuk ketaatan kepada keduanya tetap masalah akidah harus dikedepankan.
Ketaatan kepada kedua orang tua itu dibenarkan, seperti halnya dalam bentuk ketaatan orang kepada siapapun dan apapun selain Allah.Dibenarkan untuk dilakukan hanya dengan syarat, bahwa ketaatan itu menyangkut kebenaran dan kebaikan bukan kepalsuan dan kejahatan.Karena itulah bentuk ketaatan anak kepada orang tua dapat dilakukan jika menyangkut suatu hal yang benar dan baik.[10]
Dengan demikian jika ketaatan dengan orang tua itu tidak sampai menjerumuskan sang anak kepada perbuatan yang tidak baik, tidak layak dilakukan atau dilarang oleh agama maka ketaatan itu menjadi kewajiban seorang anak kepada orang tuanya.
Ketika ketaatan itu sudah melenceng dari ajaran agama, yaitu dengan hal-hal yang menurut al-Qur’an “Kamu tidak ada pengetahuan tentangnya” maka ketaatan itupun harus ditanggalkan.Walau demikian seorang anak tidak boleh menjauh dari orang tuanya atau memusuhinya karena pesan al-Qur’an seorang anak berbuat baik kepada orang tuanya adalah wajib.Karena itulah al-Qur’an memerintahkan mempergauli keduanya didalam urusan dunia dengan pergaulan yang diridhai agama, dan sesuai dengan martabat yang mulia serta harga diri.Yaitu dengan cara memberi pangan dan sandang kepada keduanya, tidak boleh memperlakukan keduanya dengan kasar, menjenguknya apabila ia sakit, serta menguburnya apabila ia telah wafat.
4.        Pendidikan Akhlak dalam Lingkungan Sosial
Secara alamiah manusia adalah makhluk sosial, dan selalu condong kepada kemajuan peradaban. Oleh karena itu berinteraksi dan berteman dengan orang lain adalah salah satu faktor terbentuknya kehidupan sosial tersebut. Manusia tidak akan mampu merealisasikan kehidupan sosialnya, kecuali melalui kontak hubungan dengan orang lain. Keadaan ini bisa terjadi melalui jalinan persahabatan, pertemanan, dan kontak sosial lainnya.Keadaan ini terjadi karena manusia tidak dapat hidup menyendiri, dan hal ini berlaku bagi setiap orang.
Keadaan ini harus mendapat perhatian yang lebih, kehususnya pada masa remaja, sebab pada masa inilah seorang teman sangat berpengaruh pada sikap serta bagi keberlangsungan dan masa depan mereka kelak. Karena itulah persoalan ini menjadi sorotan dalam surat Luqman ayat 17 sebagai berikut:
öãBù&ur……Å$rã÷èyJø9$$Î/tm÷R$#urÇ`tã̍s3ZßJø9$#÷ŽÉ9ô¹$#ur4n?tã!$tBy7t/$|¹r&(¨bÎ)y7Ï9ºsŒô`ÏBÇP÷tãÍqãBW{$#ÇÊÐÈ
…….Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (Q.S. Luqman: 17).
Dalam ayat ini terkandung perintah untuk mengajarkan kepada anak sikap perduli kepada masyarakat, yaitu mengajak manusia kepada perbuatan baik dan mencegah mereka dari perbuatan munkar. Kalimat “wa’mur bil ma’ruf” dalam ayat di atas bermakna “perintahkanlah orang lain supaya membersihkan diri sebatas kemampuan”. Maksudnya supaya jiwanya bersih dan suci demi untuk mencapai keberuntungan. Sedangkan kalimat “wan ha ‘anil munkar” berbakna mencegah orang lain dari perbuatan durhaka terhadap Allah.[11]
Sedangkan yang dimaksud dengan “ma’ruf” itu sendiri berbeda-beda pendapat ahli tafsir, ada yang mengatakan bahwa ma’ruf adalah segala perbuatan yang bisa mendekatkan kepada Allah.Sedangkan munkar adalah segala perbuatan yang menjauhkan manusia dari-Nya.[12]
Sebagian lagi mengatakan bahwa ma’ruf adalah perbuatan baik yang diterima baik oleh masyarakat.Sedangkan munkar adalah segala perbuatan yang tidak baik dan tidak diterima ditengah masyarakat.[13]
Kalau diperhatikan pengertian di atas mempunyai esensi yang sama, yaitu makna ma’ruf adalah segala perbuatan yang mengarah kepada kebaikan, baik secara horizontal maupun secara partikal, atau yang dikenal dengan “hablum minallah dan hablum minannas” dan pekerjaan munkar adalah kebalikan dari itu.
Mengenai pentingnya amar ma’ruf nahi munkar ini al-Qur’an surat Ali Imran ayat 104 menjelaskan “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, dan mencegah dari kemunkaran, merekalah orang-orang yang beruntung”. Maksudnya hendaknya ada dari umat ini segolongan orang yang berjuang dibidang penegakan yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Namun demikian kewajiban itu adalah tugas setiap individu, sesuai dengan kapasitas masing-masing, sebagaimana sabda Rasulullah “Barang siapa diantara kamu melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan tangan; jika ia tidak mampu maka dengan lisannya; dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya; dan yang demikian merupakan selemah-lemahnya iman (H.R Muslim)[14]
5.        Pendidikan Kepribadian dan Sikap Hidup
Pendidikan kepribadian atau sikap hidup, ini adalah pengajaran tentang kecakapan memanajemen pribadi. Pengajaran ini meliputi tata cara, prilaku, sikap hidup, yaitu bagaimana bersikap rendah hati, menjauhi kesombongan antara sesama manusia, tata cara bergaul, berjalan di atas bumi Allah dan tata cara bertutur.
Pendidikan kepribadian atau sikap hidup ini terdapat dalam surat Luqman ayat 18 – 19 sebagai berikut:
ŸwuröÏiè|Áè?š£s{Ĩ$¨Z=Ï9ŸwurÄ·ôJs?ÎûÇÚöF{$#$·mttB(¨bÎ)©!$#Ÿw=Ïtä¨@ä.5A$tFøƒèC9qãsùÇÊÑÈôÅÁø%$#urÎûšÍô±tBôÙàÒøî$#ur`ÏBy7Ï?öq|¹4¨bÎ)ts3Rr&ÏNºuqô¹F{$#ßNöq|Ás9ÎŽÏJptø:$#ÇÊÒÈ

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. (Q.S. Luqman: 18 -19)
Ayat 18 surat Luqman di atas merupakan pelarangan terhadap prilaku yang tidak terpuji terhadap orang lain, baik itu ketika berbicara, berjalan, dan lainnya. Maka ketika berbicara kepada orang lain, hedaklah jangan sambil memalingkan muka, sekalipun orang yang menjadi lawan bicara adalah orang lebih rendah derajatnya. Maka hendaknya janganlah pernah merasa hebat sehingga menimbulakan sikap angkung, memandang sebelah mata, atau bahkan meremehkannya.
Betapa ajaran Islam sangat mementingkan pendidikan kepribadian dan sikap hidup terhadap umatnya, dalam sebuah hadits yang diriwayatkalan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas ra. Rasulullah bersabda bahwa sesama muslim dilarang saling membenci dan bermusuhan dan tidak dihalalkan bagi mereka (mengasingkan) tidak berbicara dengan muslim lainnya lebih dari tiga hari.
Masih dalam konteks ayat 18 surat Luqman di atas, bahwa setiap muslim dilarang berbuat sombong atau menyombongkan diri, karena hal itu merupakan kebiasaan orang-orang yang gemar melakukan kesombongan di muka bumi dan suka berbuat zalim terhadap orang lain. Kesombongan inilah yang kemudian menjerumuskan iblis yang dahulunya sebagai seorang hamba yang saleh dan mulia kepada kemurkaan Allah. Iblis tidak mau sujud kepada Nabi Adam ketika Allah memerintahkannya sebagaiman terdapat pada surat ak-Baqarah ayat 34. “Dan ingatlah ketika kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu sekalian kepada Adam”, maka sujudlah mereka semua keculi Iblis. Dia enggan dan takabbur dan  ia termasuk golongan orang-orang yang kafir”.
Ketika Allah menyuruh bersujud kepada para malaikat kepada Adam, maka termasuk pula Iblis kedalam perintah itu karena ia sebelumnya termasuk hamba Allah yang shaleh. Tetapi di dalam diri Iblis terdapat kesombongan, maka ketika diperintahkan untuk bersujud ia enggan dan tidak mau bersujud sehingga jadilah iblis sebagai hamba yang inkar dan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang kafir karena penolakan itu.[15]
Mengenai prilaku sombong ini Rasullah bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim “Tidak akan masuk surge orang yang di dalam hatinya terdapat sikap congkak, sekalipun seberat zarrah. Kemudian seorang laki-laki bertanya; “Bagaimana seorang yang senang agar pakainnya baik dan sandalnya baik”. Rasul menjawab: “Sesungguhnya Allah Indah dan senang kepada keindahan, sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.[16]
Seorang yang cinta dengan kebersihan sangatlah terpuji, ia berpakaian bersih, rapi namun, tidaklah di dalam hatinya terdapat sedikitpun sifat kesombongan, kecuali untuk mensyukuri nikmat Allah yang diberikan kepadanya. Tetapi jika prilaku itu ia lakukan untuk mencari kemuliaan dan penghormatan dari orang lain, maka ini adalah sikap yang tercela dan dibenci Allah dan Rasul-Nya.
Selanjutnya pada ayat 19 surat Luqman adalah solusi bagaimana supaya terhindar dari dua sikap yang telah disebutkan di atas. Untuk itu hendaklan seorang muslim bersikap “waqshid fi masyika” berjalanlah kamu dengan sederhana, dan bersikaplah dengan sikap yang sewajarnya, berlakulah apa adanya dan janganlah berbuat pamer menonjolkan sikap rendah hati padahal dihatinya terdapat rasa angkuh.
Sedangkan solusi yang kedua adalah “wagdhudh min shautika” perbaguslah cara bicaramu. Janganlah berbicara telalu keras, atau mengangkat suara, kacuali dalam hal-hal yang diperlukan. Karena suara yang diungkapkan dengan intonasi yang baik akan menambah kewibawaan dan jauh dari sifat kesombongan, dan tentunya akan mudah diterima oleh orang yang mendengarnya.
Suara yang dibikin-bikin, dikeraskan lebih dari yang diperlukan adalah suara keledai, karena memang suara keledai itu sangat jelek sekali.Maka orang yang bersuara keras, mengherdik-herdik sampai seakan-akan pecah kerongkongan adalah menyerupai keledai.Alangkah indahnya jika orang bercakap dengan lemah lembut, sehingga terkesan ramah, lembut dan sejuk didengar.Bila ingin dikeraskan maka keraskanlah sekedar ketika diperlukan.
Mengenai tuntunan berbicara dengan sopan dan santun ini terdapat pada surat al-Hujarat ayat 2 yaitu: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi”. Menurut Hamka, dalam ayat tersebut adalah merupakan tuntunan agama tentang tata cara berbicara, berbicara dengan lemah lembut akan dapat mendapat perhatian orang lain, dan mendengarkannya dengan penuh perhatian. Misalnya dengan menggunakan kata-kata yang sopan, fasih, serta menimbulkan daya tarik. Dan ini menurut Hamka adalah pelajaran bagi para da’i dan mubaliq serta ahli dakwah lainnya supaya memperbagus cara bicaranya ketika mengajar manusia kejalan Allah.
D.    METODE PENDIDIKAN DALAM SURAH LUQMAN AYAT 12 - 19
Dengan menelaah surat Luqman yang telah diuraikan di atas memberi gambaran metode Luqman ketika mendidik anaknya. Sekalipun jika diperhatikan secara garis besar metode yang terdapat dalam surat Luqman ayat 13 sampai 19 adalah metode pendidikan dengan metode mau’izhah (memberi nasehat), namun kalau ditelaah secara mendalam terdapat beberapa metode dan variasi di dalamnya, antara lain adalah:
1.         Metode uswatun hasanah (keteladanan)
Keteladanan dalam pendidikan adalah metode yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk anak dalam moral, spiritual, dan sosial. Karena pendidik yang melakukan keteladanan merupakan contoh terbaik dalam pandangan anak, yang merupakan panutan yang akan ditiru segala prilaku dan perbuatannya, baik itu ia sadari ataupun tidak.[17]
Dengan demikian maka keteladanan menjadi faktor yang penting dalam hal baik dan buruknya anak.Jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani, dan menjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan dengan agama. Maka, anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbiasa dengan akhlak mulia, berani dalam bersikap, tegas dalam bertindak, dan terhindar dari perbuatan yang bertentangan dengan agama. Namun jika pendidik mempunyai sikap tercela di mata anak didik maka prilaku anak didik pun tidak jauh beda dari itu pula.[18]
Bagaimanapun besarnya usaha yang dipersiapkan, bagaimanapun suci beningnya fitrah anak, itu saja tidak cukup selama ia tidak melihat secara langsung prilaku sang pendidik sebagai teladan yang manampilkan nilai-nilai dan prilaku yang tinggi dan mulia. Sangatlah mudah bagi pendidik untuk mengajari anak dengan berbagai metode pendidikan tetapi, teramat sukar bagi anak untuk melaksanakan berbagai metode tersebut bila prilaku pendidik bertolak belakang dari apa yang diberikan kepadanya.[19]
Keluarga adalah suatu inti terkecil dalam sistem sosial, karena semuanya dimulai dari keluarga.Dalam keluargalah individu belajar berbagai asas kehidupan dalam bermasyarakat. Maka, suasana keluarga yang baik akan menghasilkan masyarakat yang baik pula. Tidak ada seorang manusia dapat hidup normal tanpa keluarga.Oleh karena itu tepatlah kalau dikatakan bahwa pendidikan berawal dan berpusat pada keluarga.
Dengan demikian betapa pentingnya peran orang tua dalam mendidik anak di dalam sebuah keluarga.Kasih sayang dan keteladanan orang tua merupakan landasan utama pendidikan dalam keluarga, karena pada masa perkembangannya, meniru dan berkreasi merupakan karaktristik anak. Sehingga pembentukan kepribadian anak dapat terjadi melalui peniruan dari apa yang mereka saksikan disekitarnya.[20]
Dalam kaitannya dengan karaktristik ini, orang tua hendaknya menjadi teladan yang baik bagi anak. Anak akan dengan mudah mengikuti apa yang dilakukan oleh orang tunya, karena orang tualah yang terdekat dengan mereka. Dengan memberikan teladan yang baik akan menopang keberhasilan pendidikan yang diinginkan orang tua. Bahkan merupakan dasar untuk meningkatkan sifat keutamaan, kemuliaan dan etika sosial yang terpuji.[21]
Dengan demikian hendaknya para orang tua dan para pendidik menempatkan dirinya sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw sebagai teladan yang baik. Karena tanpa keteladanan yang baik, pendidikan terhadap anak tidak akan dapat berhasil secara maksimal dan tidak akan membekas.
2.         Metode mau’izhah (nasehat)
Hampir semua pengajaran Luqman yang terdapat dalam surah Luqman ayat 12 – 19 berbentuk mau’izhah atau pemberian nasehat.Metode ini juga sebagian besar yang digunakan Al Qur’an untuk memberikan kepada manusia.Dengan nasehat dapat membuka mata hati anak pada kebenaran, serta mendorongnya untuk berprilaku baik sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.
Nasehat yang baik akan memberi pengaruh positif bagi kejiwaan anak. Ia akan memberikan pengaruh selama masa-masa tertentu. Karena secara fitrah manusia cenderung terpengaruh oleh kata-kata yang ia dengar, namun pengaruh itu tidak bersifat permanen, maka pemberian nasehat harus dilakukan dengan berulang-ulang.[22]
Ketika memberikan nasehat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Luqman ketika memberikan nasehat kepada anaknya berpegang kepada beberapa hal di bawah ini, dan tentunya layak untuk dicontoh oleh para orang tua atau pendidik, antara lain:
a.       Komunikatif  dan argumentatif
Penyampaian nasehat yang dibawakan secara komunikatif, disuguhkan dengan bahasa yang indah, menyentuh hati dan sejuk didengar serta didukung dengan argumentasi yang logis akan mudah diterima oleh anak didik. Penyampaian nasehat dengan komunikasi yang baik serta argumentatif ini telah dicontohkan oleh Luqman ketika memberi nasehat kepada anaknya, sebagaimana terdapat pada ayat 13 surah Luqman ini: “Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya sambil ia nasehat (pelajaran): “Hai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah, karena mempersekutukan Allah itu adalah sungguh suatu kejahatan yang besar”.
Pemilihan kata “Wahai anakku” (Ya Bunayya) menunjukkan bahwa Luqman ketika memberikan nasehat kepada anaknya menggunakan kata-kata yang memancarkan kasih sayang yang mendalam dan penuh keikhlasan, serta benar-benar terbit dari lubuk hati yang paling dalam seorang ayah terhadap anaknya.Hal seperti inilah yang sepantasnya dilakukan oleh para pendidik, menempatkan diri sebagai orang tua, karena nasehat orang tua kepada anaknya bersumber dari lubuk hati yang paling dalam. Tidak ada kehendak lain dibalik kata-kata itu melainkan kebaikan semata.Memberikan nasehat inipun harus ada aturannya, tidak boleh kasar yaitu dengan kata-kata yang lembut, santun dan disertai dengan kasih sayang (Mauizhah hasanah).
Selanjutnya ketika menyuruh anak didik untuk melakukan sesuatu atau melarangnya haruslah menggunakan argumentasi yang logis supaya persoalan yang disampaikan benar-benar menjadi jelas bagi anak.Hal ini dicontohkan oleh Luqman ketika melarang anaknya dari berbuat syirik (menyekutukan Allah).Iamemberikan alasan atas pelarangan tersebut, bahwa kemusyrikan adalah kezhaliman yang besar.
Begitulah cara Luqman memberikan nasehat kepada anaknya, disuguhkan dengan bahasa yang indah, sejuk didengar serta komunikatif, jelas serta didukung dengan argumentasi yang logis. Sehingga ada kemantapan dan kekuatan serta keyakinan dalam diri anak.Hal ini sangat penting, apalagi yang disampikan adalah masalah akidah dan menyangkut baik dan buruknya anak didik di hari depannya.
b.      Deskriptif
Ketika Luqman meberikan nasehat kepada anaknya supaya berbuat baik kepada ibu bapaknya, ia menggambarkan (mendeskrifsikan) dengan jelas. Maka digambarkanlah bagaimana kepayahan seorang ibu, mulai dari masa mengandung dalam kurun waktu sembilan bulan sembilan hari.Masa ini adalah masa yang lama bagi seorang ibu berada dalam kesusahan karena makin hari semakin berat anak yang dikandungnya.Seiring dengan itu keluhan pun semakin bertambah, mulai dari mual-mual sampai nyeri-nyeri di sekujur badan terus mengganggu seorang ibu yang hamil.Sehingga keadaan ini digambarkan dengan “susah yang bertambah-tambah” (wahnan ‘ala wahnin). Tidak hanya sampai disitu kesusahan yang dialami oleh seorang ibu terus berlanjut, ketika sudah melahirkan, ia harus membesarkan anaknya, menyusuinya selama dua tahun, memeliharanya sampai kelak anak ini menjadi lebih mandiri.
Deskrifsi Luqman ketika memberikan nasehat di atas tergambar dalam surah Luqman ayat 14 sebagai berikut: “Dan kami amanahkan kepada manusia (supaya berbuat baik) terhadap kedua orang tuanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan (kemudian) menyapihnya dalam dua tahun. Berterima kasihlah (bersyukurlah) kepada ibu bapakmu, dan hanya kepada-Ku lah tempat kembali kalian”.
Maka menjadi kewajiban bagi seorang anak untuk berbakti kepada orang tuanya, terutama ibunya yang telah bersusah payah mengandung, melahirkan dan menyusuinya serta merawat dan membesarkannya.Sehingga suatu ketika Nabi Muhammad Saw bersabda, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra.bahwa ketika datang seorang laki-laki kepada Rasulullah lalu bertanya: “Siapakah manusia yang lebih berhak dengan hubungan baikku?”. Rasulullah menjawab: Ibumu, Kemudian laki-laki itu mengulang-ulang pertanyaan yang sama sebanyak tiga kali, Nabi menjawab dengan jawaban yang sama yaitu: Ibumu. Sampai pada pertanyaan keempat lalu Nabi menjawab: Bapakmu.
Hal ini bukan berarti bahwa kebaikan kepada bapak tidak dipreoritaskan, tetapi hanya posisinya yang berbeda. Sebagaimana ayat di atas hanya menyebutkan jasa ibu saja, yang demikian ini mungkin apa yang dialami oleh seorang ibu lebih besar. Hal ini dibuktikan dengan ayat selanjutnya yang berbunyi: ‘anisykurli wali waalidaika’ maka bersyukurlah kepadaku dan kepada kedua orang tuamu.
Kata ‘waalidaika’ (kedua orang tuamu) dalam ayat tersebut terulang dua kali, sekalipun setelah pengucapan pertama kata ayah tidak pernah disebutkan, tapi pada penutupan ayat, kata itu diulang kembali.Ini merupakan penegasan bahwa setelah taat kepada Allah, kemudian kepada ibu, dan kemudian kepada bapak.
c.       Solusif
Ketika seorang pendidik menggunakan metode nasehat sebagai sarana untuk menyampaikan materi kepada anak didik supaya tidak menjadikan ia bingung maka pendidik harus memberikan solusi atau alternatif. Selain menyampaikan materi yang dapat menggugah hati, perasaan dan pemikiran anak didik, pendidik harus memberikan solusi yang bijak, mendidik dan menjadikan anak didik dapat bertanggung-jawab terhadap apa yang ia kerjakan.
Cara inilah yang digunakan oleh Luqman ketika menasehati anaknya. Misalnya ketika ia melarang anaknya untuk tidak berbuat sombong kepada orang lain. Sebagaimana yang terdapat dalam surat Luqman ayat 18 ada dua hal yang disampaikan oleh Luqman kepada anaknya. Pertama, janganlah kamu memalingkan mukamu terhadap orang lain ketika berbicara kepadanya (wala tushair khaddaka linnas),karena yang demikian itu adalah bentuk kesombongan. Kedua, janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh dan menyombongkan diri (wala tamsyi fil ardhi maraha), karena Allah tidak menyukai kelakuan orang-orang seperti itu.
Supaya anak tidak bingung dengan apa yang disampaikannya, maka Luqman memberikan solusi bagaiman anak didik seharusnya bersikap. Sebagaimana dijelaskan pada ayat berikutnya, yaitu pada ayat 19.Pertama, apabila kamu berjalan, maka berjalanlah dengan jalan yang sederhana (waqshid fi masyik), yaitu tidak terlalu lambat dan tidak juga terlalu cepat, tetapi berjalanlah dengan wajar, tidak dibuat-buat dan juga tidak pamer.Kedua, maka kurangilah tingkat kekerasan suaramu, dan perpendeklah cara berbicaramu, janganlah kamu mengangkat suaramu bila tidak diperlukan sekali (waghdhudh min shautik). Karena sikap yang demikian itu lebih berwibawa, bagi yang malakukannya dan lebih mudah diterima oleh pendengarnya dan lebih gampang untuk dimengerti.
3.         Metode pembiasaan
Karena pentingnya pembiasaan sejak dini, maka ketika memberikan pelajaran kepada anaknya, Luqman menjadikan masalah akidah sebagai dasar yang harus dikembangkan dan dibiasakan.Metode seperti ini diterapkan supaya naluri ketuhanan sebagai fitrah dapat mengakar kuat di dalam diri anak. Dengan pembisaan seperti ini, akidah anak akan menjadi kuat sehingga tidak mudah goyah dan terseret kepada kemusyrikan. Tindakan ini memeng harus dilaksanakan sejak dini, supaya anak terhindar dari sikap lemah mental dalam hal akidah.
Menanamkan akidah sejak dini dapat dilakukan dengan memberikan pelajaran yang sederhana, yang mudah dicerna anak.Pembelajaran ini dapat dilakukan dengan menunjukkan benda-benda yang mencerminkan kemaha besaran Allah yang dapat di lihat oleh anak.Benda-benda tersebut seperti bunga, langit, laut, manusia dan ciptaan-ciptaan Allah lainnya yang disukai anak, kemudian diberikan penjelasan yang dapat dicerna oleh anak bahwa semua itu terdapat pencipta yang tidak lain adalah Allah.
Maka, dengan penjelasan yang demikian itu akan timbulah dalam pandangan anak, bahwa alam semesta ini penuh dengan ciptaan-Nya. Baik itu yang dapat didengar, dilihat ataupun yang hanya bisa dirasakan.Semua itu tidak mungkin ada dengan sendirinya, tanpa ada yang menciptakan, seperti halnya dengan dirinya sendiri.Sang pencipta itu ialah Allah, tuhan yang menciptakan semesta alam.
Pengajaran tentang shalat juga merupakan pembiasaan yang ditanamkan Luqman kepada anaknya.Sedangkan di dalam pengajaran shalat itu sendiri terdapat kedisiplinan, karena dalakukan dengan rutinitas dalam keseharian. Melalui kedisiplinan ini, kebiasaan akan mudah tercipta. Sebagaimana shalat adalah ibadah yang menuntut kedisipilan yang wajib dilaksanakan bagi umat Islam.
Selain itu, penanaman sikap dan sifat yang mulia sejak dini juga menjadi sorotan Al Qur’an melalui pengajaran Luqman.Penanaman kepada anak untuk berbuat baik kepada keluarga, terutama orang tua yang begitu berjasa kepada anaknya. Hal ini sangat penting, karena dari keluargalah pendidikan dipeoleh oleh anak, sebelum ia memasuki lingkungan yang lebih luas, yaitu masyarakat. Kelurga yang mampu menanamkan melalu pembiasaan terhadap anak untuk bersikap mulia, akan menjadikan anak bersikap mulia pula ketika kelak ia berada di tengah-tengah masyarakat.
E.     KESIMPULAN
Setelah menguraikan dengan cukup panjang dalam tulisan ini, maka penulis akan memberikan kesimpulan di bagian akhir tulisan ini sebagai berikut:
1.      Dalam surat Lukman ayat 13 sampai 19 terkandung pesan-pesan pendidikan yang baik dijadikan sebagai garis-garis besar pendidikan. Adapun pesan-pesan pendidikan dimaksud adalah:
a.       Pendidikan yang pertama-tama yang harus ditanamkan kepada seorang anak adalah pendidikan akidah, yaitu kepada anak diajarkan supaya tidak berbuat syirik kepada Allah.
b.      Setelah pendidikan akidah, yang harus ditanamkan kepada anak adalah pendidikan ibadah, terutama penanaman kebiasaan sholat lima waktu.
c.       Pendidikan selanjutnya adalah pendidikan akhlak dalam keluarga, yaitu kepada anak diajarkan supaya berbuat baik kepada kepada kedua orang tuanya.
d.      Selanjutnya adalah pendidikan akhlak dalam lingkungan sosial, yaitu kepada anak diajarkan untuk berbuat baik kepada sesama manusia.
e.       Terakhir adalah pendidikan kepribadian dan sikap hidup, kepada anak diajarkan untuk rendah hati, tidak sombong, baik ketika berbicara, berjalan dan sebagainya.
2.      Penyampaian nasehat kepada anak supaya betul-betul menyentuh hati anak, maka hendaknyalah menggunakan metode, antara lain:
a.       Metode uswahtun hasanah, yaitu dengan keteladanan.
b.      Metode mau’izhah, yaitu memberikan nasehat yang baik.
c.       Metode pembiasaan.



DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Urusan Agama, Waqaf, Da’wah wa Irsyad Kerajaan Saudi Arabia

Hamka.Tafsir al-Azhar, Juzu XI, (Jakarta: Panjimas, 1985)

Hamka.Tafsir al-Azhar, Juzu XI, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1998)

Madjid, Nurcholish.Masyarakat Relijius, (Jakarta: Paramadina, 2000)

Mazhahir,Husin.Pedoman Mendidikan Anak dalam Islam, terj. Segaf Abdillah dkk. (Jakarta: Lentera Basritaman, 2000)

Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syarfun Nawawi.Riyadhus Shalihin, (Semarang: Toha Putra, tt.)

Muslim,Abu Husin bin Hajjat.Sahihul Muslim, Juzu 2, (Al-Qana’ah, tt)

Mustafa,Ahmad al-Marghi.Tafsir Al-Maraghi, Juzu 5 terj. Bahru Abu Bakar dkk., (Semarang: Toha Putra, tt)

Musthafa,Ahmad al-Maraghi.Tafsirul Maraghi, Juzu 19-21 (Bairut: Libanon, Daru Ihyait Tarastil Azabi, tt)

Nafarin,Husin.Nalar Al-Qur’an(Jakarta: El-Kahfi, 2004)

Nasib,M. ar-Rifa’i.Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, jilid 1 (Jakarta: Gema Insani Press, 1999)

Ulwan,Abdullah Nashih.Pedoman Pendidikan dalam Islam, jilid II (Bandung: Asyifa, 1980)

Surya, Muhammad.,Percikan Perjuangan Guru., (Semarang: Aneka Ilmu, 2003)

Qardawi,Yusuf.Berinteraksi dengan Ayat Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999)

Quthb,Sayyid.Fi Zhilalil Qur’an, jilid 13 trj. Oleh As’as Yasin dkk. (Jakarta: Gema Insani, 2004)




[1]Penulis adalah dosen pada Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI)  STAI Al Falah Banjarbaru dengan keahlian Ilmu Manajemen Pendidikan.

[2]Hamka, Tafsir al-Azhar, Juzu XI, (Jakarta: Panjimas, 1985) h. 115
[3] Sayyid Quthb, Fi zhilalil Qur’an, terj. As’ad Yasin dkk., (Jakarta, Gema Insani, Jilid 13, 2004)  h. 244.
[4]Ibid.
[5] Husin Nafarin, Nalar Al-Qur’an (Jakarta: El-Kahfi, 2004) h. 228
[6] Yusuf Qardawi, Berinteraksi dengan Ayat Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) h. 109
[7] Lihat Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsirul Maraghi, Juzu 19-21 (Bairut: Libanon, Daru Ihyait Tarastil Azabi, tt) h. 18 atau Ahmad Mustafa al-Marghi, Tafsir Al-Maraghi, Juzu 5 terj. Bahru Abu Bakar dkk., (Semarang: Toha Putra, tt) h. 195
[8] Ibid., h. 157
[9]Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur’an, jilid 13 trj.Oleh As’as Yasin dkk. (Jakarta: Gema Insani, 2004) h. 263
[10] Nurcholish Madjid, Masyarakat Relijius, (Jakarta: Paramadina, 2000) h. 82
[11] Ahmad Musthafa al Maraghi, Op. Cit., h. 159
[12] Hamka, Tafsir al-Azhar, Juzu XI, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1998) h. 133
[13] Lihat al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Urusan Agama, Waqaf, Da’wah wa Irsyad Kerajaan Saudi Arabia, h. 93
[14] Abu Husin Muslim bin Hajjat, Sahihul Muslim, Juzu 2, (Al-Qana’ah, tt) h. 50
[15] M. Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, jilid 1 (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) h. 160
[16] Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syarfun Nawawi, Riyadhus Shalihin, (Semarang: Toha Putra, tt.) h. 300
[17] Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan dalam Islam, jilid II (Bandung: Asyifa, 1980) h. 2
[18]Ibid
[19]Ibid
[20]Muhammad Surya. Percikan Perjuangan Guru., (Semarang: Aneka Ilmu, 2003) h. 387
[21] Abdullah Nashih Ulwan, Op Cit., h. 42
[22] Lihat Husin Mazhahir, Pedoman Mendidikan Anak dalam Islam, terj. Segaf Abdillah dkk. (Jakarta: Lentera Basritaman, 2000) h. 216-217.